Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa pemutaran lagu di ruang komersial akan dikenakan royalti. Ini berlaku bukan hanya lagu dalam negeri saja, melainkan lagu internasional.
“Mau putar lagu luar negeri, mau putar lagu dalam negeri, sama saja. Karena itu ketentuan internasional, kita tergabung dalam World Intellectual Property Organization (WIPO),” ujarnya dalam konferensi pers yang dikutip dari Youtube Kementerian Hukum RI, Senin (4/8).
Supratman menjelaskan, saat menghadiri General Assembly di Jenewa, Swiss, Kementerian Hukum (Kemenkum) mengusulkan Protokol Jakarta. Menurutnya, ini agar platform-platform penyedia musik internasional turut membayar royalti.
“Kementerian Hukum lagi mengusulkan yang namanya Protokol Jakarta, kita lagi mau bersama-sama supaya platform-platform internasional itu juga membayar royalti yang sama kepada kita, pencipta, semua sama,” jelasnya.
Baca Juga: Kasus Royalti Musik Mie Gacoan, DJKI Ingatkan Pentingnya Pembayaran Royalti
Lebih lanjut, Supratman menambahkan, kekayaan intelektual seperti lagu ciptaan memiliki nilai keekonomia untuk itu negara harus menghargai hal tersebut.
“Intinya sekarang kita lagi berjuang, jadi kekayaan intelektual itukan baik itu ciptaan atau yang lain tentu ada nilai keekonomiannya dan itu harus kita hargai,” tandasnya.
Sebelumnya dikutip dari Kompas.com, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum menyebut, setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Kemenkum, Agung Damarsasongko mengatakan, aturan tersebut berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music atau layanan streaming lainnya.
“Layanan streaming bersifat personal, ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” jelasnya dalam keterangan resmi, Senin (28/7).
Agung menuturkan, pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait. Skema ini memastikan transparansi dan keadilan bagi seluruh pelaku industri musik, serta memudahkan pelaku usaha karena tidak perlu mengurus lisensi satu per satu dari setiap pencipta lagu.
“Hal ini memberikan keseimbangan agar pencipta atau pemilik hak terkait musik/lagu mendapatkan hak ekonominya, serta pengguna merasa nyaman dalam berusaha atau menggunakan lagu,” ujarnya.
Agung juga menanggapi kekhawatiran sebagian pelaku usaha yang menyatakan akan memblokir pemutaran lagu-lagu Indonesia demi menghindari pembayaran royalti. Menurutnya, itu justru akan melemahkan ekosistem musik lokal dan tidak memberikan apresiasi kepada pencipta/pemegang hak cipta.
"Musik adalah bagian dari identitas budaya. Ketika pelaku usaha enggan memberikan apresiasi yang layak kepada pencipta lagu Indonesia, yang dirugikan bukan hanya seniman, tetapi juga konsumen dan iklim kreatif nasional secara keseluruhan,” tandasnya.
Baca Juga: Royalti Musik Cair, Pencipta Lagu dan Musisi Dapat Transferan Ratusan Juta dari WAMI
Selanjutnya: Avian Brands (AVIA) Buka Dua Pusat Distribusi Baru di Tangerang dan Malang
Menarik Dibaca: Promo Bundling JCO Sweet Delights 4-10 Agustus, Donut + 1 Liter Minuman Harga Spesial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News