kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.444.000   1.000   0,07%
  • USD/IDR 15.356   89,00   0,58%
  • IDX 7.828   16,13   0,21%
  • KOMPAS100 1.190   6,15   0,52%
  • LQ45 964   4,44   0,46%
  • ISSI 228   1,03   0,45%
  • IDX30 491   2,47   0,50%
  • IDXHIDIV20 592   1,37   0,23%
  • IDX80 135   0,71   0,53%
  • IDXV30 139   0,08   0,06%
  • IDXQ30 164   0,66   0,40%

Minimnya Lapangan Kerja Layak Jadi Faktor Masyarakat Kelas Menengah Turun


Senin, 09 September 2024 / 15:29 WIB
Minimnya Lapangan Kerja Layak Jadi Faktor Masyarakat Kelas Menengah Turun
ILUSTRASI. Berkurangnya lapangan kerja di sektor formal atau lapangan kerja layak diperkirakan menjadi salah satu penyebab angka kelas menengah menurun.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Berkurangnya lapangan kerja di sektor formal atau lapangan kerja layak diperkirakan menjadi salah satu penyebab angka kelas menengah menurun.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah masyarakat kelas menengah terus menurun dalam 10  tahun terakhir. Pada 2019, masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta. Jumlah tersebut terus menurun hingga pada 2024 mencapai 47,85 juta.

Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB)  Muhammad Yorga Permana menilai, kurangnya lapangan kerja di sektor formal, membuat masyarakat kelas menengah terjebak sebagai pekerja gig atau pekerjaan yang relatif pendek alias pekerja serabutan.

Misalnya saja di DKI Jakarta, hasil studinya menunjukkan dalam 10 tahun terakhir, pekerjaan baru di daerah tersebut ditopang oleh ojek online. Tidak ada pekerjaan baru secara agregat di sektor formal, tetapi peningkatan di sektor transportasi logistik yang menggunakan internet ini meningkat pesat.

Baca Juga: Konsumsi Rumah Tangga pada Kuartal III Diprediksi Tumbuh Meski Belum Stabil

Padahal, kata Yorga, sebenarnya 66% ojek online ini menginginkan bekerja di sektor formal sebagai pegawai atau buruh agar mendapatkan upah yang stabil. Namun, karena minimnya lapangan pekerjaan, akhirnya mereka tetap bertahan menjaga pekerja gig.

“Tentunya ini menjadi ancaman, karena bekerja di gig tidak ada upah bulanan, tidak ada stabilitas pendapatan sehingga mereka masuk ke kelompok rentan, atau maksimal di menuju kelas menengah,” ungkapnya dalam diskusi Publik Indef ‘Kelas Menengah Turun Kelas,’ Senin (9/9).

Yorga mencatat, gig ekonomi yang ditemukan adalah fenomena urban sebanyak 25%  pekerja ojek online dan kurir di Indonesia terkonsentrasi di Jabodetabek dan 40% di Pulau Jawa. Sementara itu, sepanjang 2011-2019, penciptaan pekerjaan baru di DKI Jakarta ditopang oleh ekonomi gig.

BPS mencatat, 5 tahun terakhir, masyarakat kelas menengah yang bekerja di sektor formal memang tercatat menurun dari 2019 yang sebesar 61,71% turun menjadi 2023 sebesar 58,65%. Pekerja di sektor formal ini kemudian meningkat jadi 59,35% pada 2024.

Yorga berharap, pemerintah ke depan  bisa menciptakan banyak lapangan pekerjaan yang layak, sebagai salah satu jalan agar masyarakat Indonesia keluar dari kemiskinan, serta mobilitas sosial naik kelas ke kelas menengah meningkat.

Baca Juga: Pelemahan Daya Beli akan Memengaruhi Aspek Sosial dan Ekonomi

Pekerjaan layak yang dimaksud adalah, pekerjaan yang penghasilannya mencukupi dan dinilai aman dari perspektif seorang kelas menengah.

“Jadi pekerjaan layak semakin mendesak untuk kelas menengah, karena ini yang bisa membuat mereka stabil dan tidak turun kelas saat terjadinya krisis,” kata Yorga.

Selanjutnya: Koinworks Bank Kejar Target Laba Capai Rp 5,6 Miliar di 2024

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Paling Murah Sejagat 8-15 September 2024, Aneka Produk Lebih Murah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×