kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Pelemahan Daya Beli akan Memengaruhi Aspek Sosial dan Ekonomi


Minggu, 08 September 2024 / 23:52 WIB
Pelemahan Daya Beli akan Memengaruhi Aspek Sosial dan Ekonomi
ILUSTRASI. Pelanggan berbelanja di salah satu supermarket di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (6/8/2024). Institut for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan ekspansi sejumlah perusahaan ritel khususnya yang memiliki bisnis supermarket di semester II-2024 ini nampaknya masih terganjal oleh beberapa hal, antara lain tingkat persaingan untuk masing-masing wilayah semakin ketat, daya saing serta daya beli masyarakat yang saat ini mengalami penurunan./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/06/08/2024.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Daya beli masyarakat, khususnya di kalangan kelas menengah, tengah menjadi perhatian utama karena diperkirakan akan memengaruhi aspek sosial dan ekonomi secara signifikan.

Salah satu dampak yang paling dikhawatirkan adalah peningkatan pengangguran.

Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan bahwa lemahnya daya beli masyarakat dapat memperlambat produksi dan menyebabkan pengurangan tenaga kerja.

Baca Juga: Lemahnya Daya Beli Berisiko Tingkatkan Kriminalitas, Ekonom CORE Ingatkan Pemerintah

“Yang paling saya khawatirkan adalah peningkatan jumlah pengangguran, di mana ketika tidak ada permintaan yang kuat, produksi cenderung melambat,” ujar Nailul kepada Kontan.co.id, Minggu (8/9).

Menurut Nailul, penurunan produksi menyebabkan perusahaan-perusahaan terpaksa memangkas jumlah karyawan. Hal ini terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengalami penurunan, menunjukkan dampak negatif pada kesejahteraan masyarakat.

“Pertumbuhan ekonomi bisa melambat dan kesejahteraan masyarakat semakin jauh tertinggal,” jelasnya.

Untuk mengatasi situasi ini, Nailul menyarankan agar pemerintah segera mengambil langkah kebijakan yang tepat untuk mencegah penurunan konsumsi rumah tangga.

Beberapa kebijakan yang diusulkan antara lain membatalkan rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di tahun 2025, serta meninjau kembali pembatasan subsidi pertalite dengan memperhatikan unsur keadilan.

Baca Juga: PHK di Industri Tekstil Kian Parah, APSyFI Desak Pemerintah Hentikan Impor Ilegal

Selain itu, ia menyarankan penurunan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) agar masyarakat lebih ringan bebannya.

“Kebijakan kenaikan tarif PPN ke 12% sebaiknya dibatalkan, dan subsidi untuk KRL perlu ditingkatkan agar kelas menengah tidak semakin terhimpit,” tambahnya.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet menyoroti bahwa pelemahan daya beli kelas menengah telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, hal ini terlihat dari penurunan konsumsi rumah tangga di triwulan II 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Perlambatan konsumsi rumah tangga berdampak langsung pada perlambatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," jelas Yusuf.

Baca Juga: API: PHK di Industri TPT akan Berdampak Kepenurunan Daya Beli Nasyarakat

Yusuf menilai bahwa kebijakan pengurangan tarif PTKP tidak cukup efektif dalam mengatasi masalah ini dibandingkan dengan bantuan langsung tunai (BLT).

“Stimulus dalam bentuk bantuan sosial tunai, seperti yang pernah dilakukan sebelumnya, adalah cara cepat untuk mendorong daya beli masyarakat dalam jangka pendek,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×