Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald J. Trump yang tetap menetapkan tarif tambahan sebesar 32% mulai 1 Agustus 2025, di luar tarif sektoral yang telah berlaku sebelumnya untuk seluruh produk asal Indonesia menjadi pukulan bagi pemerintah.
Pasalnya, pemerintah masih harus ekstra kerja keras, mengambil kesempatan untuk kembali melakukan negosiasi dengan AS, dengan harapan terakhir tarif bisa diturunkan. Adapun AS, masih membuka peluang negosiasi hingga akhir Juli 2025 sebelum kebijakan tarif tersebut benar-benar diberlakukan.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan, pemerintah Indonesia berharap agar tarif final yang dikenakan AS kepada Indonesia bisa di bawah negara-negara di ASEAN.
Sebagai gambaran, beberapa negara di ASEAN yang tarifnya diturunkan dan lebih rendah dari Indonesia diantaranya, Vietnam dari 46% menjadi 20%, Filipina 17%, Malaysia 25%, dan Korea 25%.
Sementara itu, tarif Indonesia sebenarnya masih lebih rendah bila dibandingkan dengan Thailand 36%, Cambodia 36%, Myanmar 40%, dan Bangladesh 35%.
“Selama ini kita juga termasuk yang tinggi (tarif dikenakan oleh AS) di ASEAN. Jadi kita minta (tarif) yang kira-kira yang kita sama atau bisa lebih rendah daripada yang di ASEAN,” kata Haryo dalam media briefing, Rabu (9/7).
Baca Juga: Negosiasi Tarif Trump 32%, Indonesia Bakal Beli Produk Pertanian dan Energi dari AS
Meski demikian, ia tidak membeberkan berapa besaran tarif yang diharapkan pemerintah. Haryo berharap, AS bisa melihat Indonesia sebagai negara yang strategis dalam perdagangan, sehingga bisa mempertimbangkan ulang kebijakan tarif tersebut.
Sebelumnya, pemerintah bekerja sama dengan sektor swasta, tengah memajukan kemitraan strategis komprehensif antara Indonesia dan Amerika Serikat. Hal ini sebagai bagian dari upaya negosiasi dengan AS.
Salah satu langkah untuk memperkuat hubungan ini adalah melalui komitmen para pelaku usaha Indonesia untuk membeli produk-produk unggulan AS di sektor pertanian dan energi, dan juga investasi dari Danantara dan BUMN dengan nilai total mencapai US$ 34 miliar.
Para pemimpin industri Indonesia dari sektor-sektor strategis seperti energi, dan pertanian, termasuk PT Pertamina dan PT Busana Apparel Group (mewakili Asosiasi Pertekstilan Indonesia), FKS Group, Sorini Agro Asia Corporindo (sebagai anggota dari Perkumpulan Produsen Pemurni Jagung Indonesia), dan Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia, terlibat dalam diskusi yang produktif dengan mitra-mitra mereka di Amerika Serikat.
Lebih rinci, Indonesia bakal melaksanakan impor komoditas energi dari AS dengan nilai total mencapai US$ 15,5 miliar atau sekitar Rp 251,11 triliun. Selebihnya, pemerintah belum bisa merencanakan terkait ekspor impor dari AS yang akan dilakukan.
Nah dengan adanya kebijakan impor tambahan tersebut, maka neraca perdagangan Indonesia dengan AS akan berpotensi seimbang atau berbalik defisit, dari sebelumnya mencatatkan surplus US$ 19 miliar pada 2024.
“Beberapa MoU juga sudah selesai dilaksanakan, ini bisa menjadi sweetener (pemanis) buat upaya-upaya pemerintah government to government. Bisnis-bisnis yang diharapkan bisa juga nilainya itu sudah melebihi dari defisit (perdagangan) yang disampaikan pihak AS,” kata Haryo.
Baca Juga: Indonesia Kena Tarif 32% dari AS, Ini Kata Sri Mulyani
Selanjutnya: 9 Manfaat Makan Sayur Genjer bagi Kesehatan Tubuh, Apa Saja ya?
Menarik Dibaca: 9 Manfaat Makan Sayur Genjer bagi Kesehatan Tubuh, Apa Saja ya?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News