Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Lonjakan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) pada paruh pertama 2025 menjadi sinyal nyata pelemahan ekonomi domestik.
Dalam situasi ini, peran pemerintah menjadi krusial untuk mengerem tren pengangguran dan mendorong pemulihan sektor industri.
Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah pekerja yang terkena PHK pada Januari–Juni 2025 mencapai 42.385 orang, meningkat 32% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Kemenperin Buka Suara Soal Badai PHK, Singgung Residu Kebijakan Relaksasi Impor
Menanggapi kondisi ini, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menekankan perlunya langkah konkret dari pemerintah untuk menyelamatkan industri terdampak.
“Pemerintah harus memastikan sektor-sektor yang terdampak PHK mendapatkan insentif, seperti diskon tarif listrik, perluasan cakupan PPh 21 DTP, serta fasilitasi akses ke pasar baru,” jelas Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (30/7/2025).
Bhima juga mengkritik kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang justru memperburuk daya serap tenaga kerja di tengah perlambatan.
Menurutnya, belanja negara seharusnya menjadi instrumen kontra-siklus, bukan malah ditahan.
Untuk memperkuat daya beli masyarakat sebagai fondasi rekrutmen tenaga kerja baru, Bhima mengusulkan penurunan tarif PPN menjadi 8%–9%, serta peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) hingga Rp 7,5 juta per bulan.
Ia menilai, sektor-sektor berorientasi pasar domestik perlu menjadi fokus utama. Salah satunya adalah industri energi terbarukan, seperti panel surya dan mikro hidro, yang diproyeksikan bisa menyerap hingga 19,4 juta tenaga kerja.
Selain itu, sektor pertanian dan perikanan juga dinilai berpotensi besar dalam menyerap tenaga kerja, asalkan mendapat dukungan infrastruktur dan pembiayaan yang memadai.
Baca Juga: Aturan Baru Industri Tembakau Picu Kekhawatiran Buruh terhadap PHK dan Rokok Ilegal
Fokus pada Program Padat Karya
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menyetujui, perlunya insentif ekonomi, namun dengan catatan diarahkan ke sektor-sektor produktif.
“Misalnya program infrastruktur padat karya di desa-desa. Ini tidak hanya membuka lapangan kerja, tapi juga meningkatkan produktivitas melalui perbaikan jaringan logistik,” ujarnya.
Ia juga menilai perbaikan iklim usaha merupakan langkah strategis untuk menekan angka PHK. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan proaktif memberikan kemudahan perizinan.
Baca Juga: Menaker Sebut Data PHK Nasional Jadi Kunci Atasi Krisis Tenaga Kerja
“Saat ini OSS (Online Single Submission) tidak berjalan efektif. Pemerintah perlu jemput bola agar pelaku usaha bisa ekspansi tanpa hambatan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Wijayanto menyarankan agar program-program besar yang menyedot anggaran jumbo untuk sementara ditunda.
Pemerintah, menurutnya, sebaiknya mengalihkan anggaran ke program-program jangka pendek yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli.
Selanjutnya: 8 Saham Didepak Dari BEI, 40-an Saham Berpotensi Menyusul! Cermati daftarnya
Menarik Dibaca: Waktunya Jajan Hemat! Promo KFC Attack Chicken Tiap Rabu, 1 Ayam Cuma Rp 10.000-an
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News