Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Mahkamah Agung tidak setuju bila Komisi Yudisial memiliki kewenangan menghukum hakim. Ketua Mahkamah Agung Harifin A. Tumpa menilai kewenangan itu tidak sesuai dengan sistem kepegawaian.
Menurut Harifin, Komisi Yudisial secara struktural tidak berada di atas Mahkamah Agung. "Yang membawahi hakim itu siapa. MA kan. Nah MA menegakkan sistem kepegawaian," katanya, Jumat (29/7).
Masalah kewenangan pemberian sanksi ini menjadi pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Yudisial. Panitia Kerja DPR tinggal membahas pasal tersebut.
Ada beberapa opsi menyangkut pemberian kewenangan kepada Komisi Yudisial. Pertama, Komisi Yudisial bisa menjatuhkan sanksi ringan sementara sanksi berat dijatuhkan oleh majelis kehormatan hakim (MKH) yang dibentuk Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Opsi kedua, seluruh rekomendasi sanksi dari Komisi Yudisial atau Mahkamah Agung akan masuk ke MKH. Terakhir, bahwa KY hanya bersifat memberikan rekomendasi dan yang menentukan adalah Mahkamah Agung.
Harifin menjelaskan jika KY memiliki kewenangan memberi sanksi langsung terhadap hakim maka sistem kepegawaian menjadi rusak. Sebab, pembinaan dan pengawasan melekat terhadap hakim sejak awal dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Tak hanya itu, dia mengkhawatirkan independensi hakim terganggu karena setiap putusannya bisa dipersoalkan ke Komisi Yudisial dan terancam mendapatkan sanksi. "Kalau semua putusan hakim dipersalahkan, ya semua dijatuhi sanksi kan repot jadinya. Hakim akan takut menjatuhkan putusan," katanya.
Kemudian menyangkut opsi yang menyebutkan setiap rekomendasi sanksi selalu dibawa ke MKH, Harifin juga mengaku keberatan. Pasalnya, yang menjadi anggota MKH tidak lain hakim agung juga. Sekali lagi ditakutkan akan terganggu kinerjanya dalam memeriksa perkara.
"Kalau Komisi Yudisial ih tidak masalah. Tapi hakim agung yang menyelesaikan perkara. Masa tiap hari mesti sidang MKH," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News