kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.944.000   4.000   0,21%
  • USD/IDR 16.370   -48,00   -0,29%
  • IDX 7.952   15,91   0,20%
  • KOMPAS100 1.106   -0,20   -0,02%
  • LQ45 812   -1,90   -0,23%
  • ISSI 268   1,83   0,69%
  • IDX30 421   0,16   0,04%
  • IDXHIDIV20 488   0,14   0,03%
  • IDX80 122   -0,19   -0,16%
  • IDXV30 132   0,97   0,74%
  • IDXQ30 136   0,14   0,10%

Lonjakan Harga Pangan Harus Diwaspadai Meski Inflasi Cenderung Rendah


Rabu, 28 Mei 2025 / 14:56 WIB
Lonjakan Harga Pangan Harus Diwaspadai Meski Inflasi Cenderung Rendah
ILUSTRASI. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan pemerintah tidak lengah dalam memantau tren lonjakan harga pangan, meskipun kondisi inflasi cenderung rendah.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan pemerintah tidak lengah dalam memantau tren lonjakan harga pangan, meskipun kondisi inflasi cenderung rendah.

Sebagaimana diketahui, inflasi pada  April 2025 mencapai 1,95%, lebih rendah dari target dalam APBN 2025 sebesar 2,5%.

Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto menyampaikan, selain memastikan kondisi inflasi agar tetap rendah, pemerintah juga diimbau bisa menggerakan harga pangan agar tetap stabil. Pasalnya harga pangan yang melonjak kerap kali menjadi batu sandungan untuk mencapai inflasi domestik.

“(Pemerintah) harus memastikan agar semua daerah dapat mengakses terhadap pangan yang terkendali, ini menjadi poin penting dalam KEM PPKF (Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal) 2026,” tutur Eko dalam agenda Diskusi Indef, Rabu (28/5).

Baca Juga: Inflasi Domestik Terkendali, Peluang BI Pangkas Suku Bunga Acuan Terbuka

Eko juga turut mengapresiasi optimisme pemerintah dalam menargetkan inflasi yang semakin rendah setiap tahunnya. Dalam KEM PPKF 2026 pemerintah menargetkan inflasi kisaran 1,5% hingga 3,5%.

Selain itu, situasi perang dagang juga dinilai masih berisiko meningkatkan inflasi domestik. Pasalnya, saat ini pemerintah masih menunggu waktu penundaan dari keputusan kebijakan tarif resiprokal dari AS yang sebelumnya ditetapkan sebesar 32% khusus untuk Indonesia.

“Peranng dagang masih berisiko, jadi kalau memanas lagi bisa meningkatkan inflasi. Kalau ini terjadi harus ada hitung-hitungan,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×