Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Forum Zakat (FOZ) dan Filantropi Indonesia (FI) dalam risetnya menunjukkan bahwa Lembaga amil zakat siap masuk ke era digital. Hasil kajian juga menunjukkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sekarang berkembang juga berdampak positif pada kinerja LAZ dan pengelolaan zakat.
Namun, perolehan dana zakat yang digalang melalui platform digital masih kecil dan belum bisa melampaui perolehan zakat yang digalang secara konvensional. Hal itu disebabkan oleh rendahnya kapasitas dan kebiasaan masyarakat dalam menyalurkan zakat secara digital.
Baca Juga: Idul Adha saat pandemi Covid-19, Baznas akan gelar kurban secara online
Temuan-temuan riset itu disampaikan pada acara konferensi pers diseminasi hasil riset “Kesiapan LAZ dalam menghadapi Era Digital” yang digelar Filantropi Indonesia dan forum zakat di jakarta, Senin (29/6).
Acara tersebut menghadirkan Erna Witoelar (Co-Chair Badan Pengarah FI), Bambang Suherman (Ketua Umum FOZ) dan Hamid Abidin (Direktur Eksekutif FI). Riset dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, serta melibatkan 104 OPZ dan para stakeholder kunci Gerakan zakat Indonesia.
Hamid Abidin menyatakan, riset ini dilakukan sebagai bentuk komitmen FI dan FOZ dalam memajukan sektor filantropi, khususnya Lembaga Amil Zakat yang menjadi aktor kunci filantropi Islam di indonesia.
Topik riset sangat relevan karena Revolusi 4.0 mengharuskan semua pihak, termasuk Lembaga Amil Zakat (LAZ), untuk menyiapkan diri dalam memasuki era digital. Tuntutan itu kian mendesak dan menemukan momentumnya pada saat Indonesia dan seluruh dunia dilanda pandemi COVID-19.
Wabah Corona telah membatasi komunikasi dan interaksi secara langsung dan mendorong sebagian besar aktivitas beralih dunia maya atau digital.
Dalam presentasi hasil penelitian, Bambang Suherman memaparkan bahwa LAZ (Lembaga Amil Zakat) sudah siap dalam memasuki era digital. Kesiapan tersebut dilihat dari beberapa aspek atau indikator, yakni kesiapan Lembaga (enterprise readiness segment), kesiapan SDM (Human Resource Segment), kesiapan informasi (information readiness segment) dan Kesiapan infrastruktur TIK (ICT Readiness Segment).
“Dari segi kesiapan lembaga, hasil riset menunjukkan sebagian besar pengelola LAZ (78%) mengaku siap menghadapi era digital," kata Bambang, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/2).
Baca Juga: Audit Baznas tahun 2019 raih predikat wajar
Kata di, kesiapan Lembaga tercermin dari persepsi positif para pemimpin LAZ yang melihat penggunaan TIK sangat penting ((84%) dan mendukung (88%) pengelolaan zakat. Keseriusan LAZ dalam menghadapi era digital juga terlihat dari kepemilikan kanal media digital berbayar oleh 86% LAZ. Kesiapan juga tergambar dari jumlah LAZ yang mengembangkan program peningkatan kompetensi amil digital (69%) dan mengalokasikan anggaran khusus untuk pengembangan SDM (86%).
Terkait kesiapan SDM, hasil riset menunjukkan bahwa amil yang bekerja di LAZ memiliki kapasitas yang baik dalam penggunaan perangkat dan platform digital. Hasil riset mengungkap 97% amil LAZ mampu menggunakan gawai dan kanal media digital.
Hal itu bisa dimaklumi karena Sebagian besar LAZ (77%) menggunakan media digital saat rekrutmen staf/amil. Kesiapan SDM LAZ juga dilihat dari eksistensi divisi IT yang ada di Sebagian besar LAZ (63%).
Bahkan, 54% dari LAZ yang jadi responden secara khusus memiliki divisi digital marketing. Bambang menambahkan, aspek kesiapan informasi dalam penelitian ini dikaji melalui ketersediaan SOP lembaga dan hambatan dalam mengakses internet. Hasil riset menunjukkan mayoritas LAZ sudah memiliki SOP, dengan rincian 86% atau 89 lembaga memiliki SOP penghimpunan ZIS, 91% atau 95 lembaga memiliki SOP penyaluran dan 83% atau 87 lembaga memiliki SOP administratif. Dalam SOP tersebut tentu juga diatur soal pengunaan platform digital dalam pengelolaan ZIS.
Sementara terkait hambatan dalam mengakses internet, 34% lembaga mengaku masih menghadapi kendala dalam mengakses internet, 63% Lembaga mengaku tidak menghadapi kendala dan 3% sisanya tidak menjawab. Kendala dalam mengakses internet ini umumnya dihadapi oleh LAZ yang berlokasi di daerah luar jawa.
Sementara terkait Kesiapan infrastruktur TIK, ada 2 indikator yang dikaji dalam riset ini, yakni kepemilikan kanal media digital dan akses internet di kantor LAZ. Hasil kajian menunjukkan bahwa hampir semua Lembaga yang dikaji (97%) memiliki kanal media digital. Sementara akses internet di kantor merupakan kebutuhan utama yang yang harus dipenuhi oleh LAZ yang ingin beroperasi di era digital.
Baca Juga: Gaet BNI Syariah, Dompet Dhuafa layani pembelian hewan kurban secara digital
Hal ini dipahami betul oleh pimpinan LAZ yang menjadi responden riset ini. “Terbukti, sebagian besar dari mereka (96%) memiliki akses internet di kantor. Ada beragam cara yang digunakan para amil atau staf dalam mengakses internet di kantor, mulai dari menggunakan WLAN atau WIFI, hotspot pribadi, modem, dan tethering melalui HP pintar,” kata Bambang.
Hamid Abidin menambahkan bahwa riset ini juga mengkaji dampak pemanfaatan TIK terhadap kinerja FOZ dan pengelolaan zakat. Penggunaan internet harus diakui telah merubah pola interaksi dan transaksi masyarakat, termasuk dalam pembayaran zakat. Hal ini juga mendorong 98% LAZ yang menjadi responden untuk mengembangkan berbagai inovasi digital.
Inovasi dilakukan dalam bentuk pengembangan web (93%) dan pemanfaatan kanal sosial media (99%) untuk pengelolaan zakat. Selain melalui website dan kanal digital, pengembangan inovasi tersebut juga dilakukan melalui platform crowdfunding yang dimiliki oleh pihak ketiga (17,3%). Selain itu, berkembangnya internet juga merubah pola LAZ dalam berpromosi atau mengiklankan program-program dan layanannya.
Selain menggunakan media promosi konvensional (spanduk, iklan media cetak, dll), mereka juga berpromosi melalui kanal digital (80%), mengontrak atau bermitra dengan influencer (29%) dan membayar ads/iklan digital (78%).
Untuk penyaluran dan pendayagunaan ZIS, platform digital secara umum berdampak positif dalam mempermudah, mempercepat, memperluas cakupan program dan layanan LAZ.
Namun, menurut Hamid, perolehan dana zakat yang digalang dengan memanfaatkan platform digital ini belum sebesar yang dikumpulkan secara konvensional. Hasil analisis tim peneliti terhadap 104 LAZ pada periode 2016 – 2018 menunjukkan bahwa perolehan dana ZISWAF (Zakat, Infak, Shodaqoh dan Wakaf) masih didominasi oleh pengumpulan secara konvensional. Sebagai perbandingan, hasil penggalangan ZISWAF secara konvensional mencapai Rp 2,15 triliun, sementara yang tergalang melalui metode digital hanya Rp 155 milyar.
Artinya, baru 6,74% yang tergalang melalui platform digital. Belum optimalnya penggunaan platform digital dalam aspek pengumpulan ini diperkirakan karena rendahnya kapasitas muzakki dalam menggunakan media digital dan belum terbiasanya masyarakat menyalurkan zakat secara digital.
Selain itu, pegiat LAZ juga belum sepenuhnya optimal dalam memanfaatkan platform digital di aspek pengumpulan.
Hasil riset juga menunjukkan beberapa tantangan yang dihadapi LAZ dalam memasuki era digital, yakni kualitas jaringan internet yang buruk (khususnya bagi LAZ di daerah), pemadaman listrik, serta biaya internet yang relatif mahal.
Baca Juga: Makin Berkah Dengan Transformasi Keuangan Digital Syariah
Tantangan lainnya adalah maraknya kejahatan siber yang makin meningkat setiap tahun yang juga perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh LAZ, seperti manipulasi data, gangguan sistem, peretasan sistem elektronik, pencurian data, akses ilegal, penipuan online, dan sebagainya.
Erna Witoelar berharap pemanfaatan platform digital bisa mendorong program-program penyaluran dan pendayagunaan ZIS lebih berkembang dan inklusif. Menurut Erna, saat ini program-program penyaluran dan pendayagunaan ZIS perkembangannya tidak sepesat program-program penggalangan ZIS yang penuh dengan terobosan dan inovasi.
Selain itu, pemanfaatan platform digital juga diharapkan bisa meningkatkan peran dan kontribusi LAZ dalam pencapaian SDGs (Sustainable development Goals) atau
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia.
Dia bilang, pemanfaatan platform digital bisa memfasilitasi dan mendukung LAZ dalam menjalankan prinsip2 SDGs, yakni Universal, integration dan no one left behind. Platform digital bisa membantu LAZ berkomunikasi dan bersinergi dengan banyak pihak sehingga program-program yang dibuat dan didukung lebih universal dan inklusif. Penggunaan platform digital juga bisa mendorong LAZ mengintegrasikan program-programnya dengan inisiatif atau program yang dikembangkan Lembaga-lembaga lain, sehingga upaya untuk mengatasi masalah tidak lagi dilakukan secara parsial, tapi lebih integratif dan komprehensif.
"Penggunaan platform digital seharusnya bisa mendukung LAZ untuk menyerap aspirasi dan melibatkan kelompokkelompok rentan, serta mereka yang ada di daerah terluar, terjauh dan terpinggir. Sehingga, programprogram yang dikembangkan LAZ lebih partisipatif dan menjangkau kelompok rentan dan terpunggirkan,” kata Erna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News