Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
Sementara terkait hambatan dalam mengakses internet, 34% lembaga mengaku masih menghadapi kendala dalam mengakses internet, 63% Lembaga mengaku tidak menghadapi kendala dan 3% sisanya tidak menjawab. Kendala dalam mengakses internet ini umumnya dihadapi oleh LAZ yang berlokasi di daerah luar jawa.
Sementara terkait Kesiapan infrastruktur TIK, ada 2 indikator yang dikaji dalam riset ini, yakni kepemilikan kanal media digital dan akses internet di kantor LAZ. Hasil kajian menunjukkan bahwa hampir semua Lembaga yang dikaji (97%) memiliki kanal media digital. Sementara akses internet di kantor merupakan kebutuhan utama yang yang harus dipenuhi oleh LAZ yang ingin beroperasi di era digital.
Baca Juga: Gaet BNI Syariah, Dompet Dhuafa layani pembelian hewan kurban secara digital
Hal ini dipahami betul oleh pimpinan LAZ yang menjadi responden riset ini. “Terbukti, sebagian besar dari mereka (96%) memiliki akses internet di kantor. Ada beragam cara yang digunakan para amil atau staf dalam mengakses internet di kantor, mulai dari menggunakan WLAN atau WIFI, hotspot pribadi, modem, dan tethering melalui HP pintar,” kata Bambang.
Hamid Abidin menambahkan bahwa riset ini juga mengkaji dampak pemanfaatan TIK terhadap kinerja FOZ dan pengelolaan zakat. Penggunaan internet harus diakui telah merubah pola interaksi dan transaksi masyarakat, termasuk dalam pembayaran zakat. Hal ini juga mendorong 98% LAZ yang menjadi responden untuk mengembangkan berbagai inovasi digital.
Inovasi dilakukan dalam bentuk pengembangan web (93%) dan pemanfaatan kanal sosial media (99%) untuk pengelolaan zakat. Selain melalui website dan kanal digital, pengembangan inovasi tersebut juga dilakukan melalui platform crowdfunding yang dimiliki oleh pihak ketiga (17,3%). Selain itu, berkembangnya internet juga merubah pola LAZ dalam berpromosi atau mengiklankan program-program dan layanannya.
Selain menggunakan media promosi konvensional (spanduk, iklan media cetak, dll), mereka juga berpromosi melalui kanal digital (80%), mengontrak atau bermitra dengan influencer (29%) dan membayar ads/iklan digital (78%).
Untuk penyaluran dan pendayagunaan ZIS, platform digital secara umum berdampak positif dalam mempermudah, mempercepat, memperluas cakupan program dan layanan LAZ.
Namun, menurut Hamid, perolehan dana zakat yang digalang dengan memanfaatkan platform digital ini belum sebesar yang dikumpulkan secara konvensional. Hasil analisis tim peneliti terhadap 104 LAZ pada periode 2016 – 2018 menunjukkan bahwa perolehan dana ZISWAF (Zakat, Infak, Shodaqoh dan Wakaf) masih didominasi oleh pengumpulan secara konvensional. Sebagai perbandingan, hasil penggalangan ZISWAF secara konvensional mencapai Rp 2,15 triliun, sementara yang tergalang melalui metode digital hanya Rp 155 milyar.
Artinya, baru 6,74% yang tergalang melalui platform digital. Belum optimalnya penggunaan platform digital dalam aspek pengumpulan ini diperkirakan karena rendahnya kapasitas muzakki dalam menggunakan media digital dan belum terbiasanya masyarakat menyalurkan zakat secara digital.
Selain itu, pegiat LAZ juga belum sepenuhnya optimal dalam memanfaatkan platform digital di aspek pengumpulan.
Hasil riset juga menunjukkan beberapa tantangan yang dihadapi LAZ dalam memasuki era digital, yakni kualitas jaringan internet yang buruk (khususnya bagi LAZ di daerah), pemadaman listrik, serta biaya internet yang relatif mahal.
Baca Juga: Makin Berkah Dengan Transformasi Keuangan Digital Syariah
Tantangan lainnya adalah maraknya kejahatan siber yang makin meningkat setiap tahun yang juga perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh LAZ, seperti manipulasi data, gangguan sistem, peretasan sistem elektronik, pencurian data, akses ilegal, penipuan online, dan sebagainya.
Erna Witoelar berharap pemanfaatan platform digital bisa mendorong program-program penyaluran dan pendayagunaan ZIS lebih berkembang dan inklusif. Menurut Erna, saat ini program-program penyaluran dan pendayagunaan ZIS perkembangannya tidak sepesat program-program penggalangan ZIS yang penuh dengan terobosan dan inovasi.
Selain itu, pemanfaatan platform digital juga diharapkan bisa meningkatkan peran dan kontribusi LAZ dalam pencapaian SDGs (Sustainable development Goals) atau
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia.
Dia bilang, pemanfaatan platform digital bisa memfasilitasi dan mendukung LAZ dalam menjalankan prinsip2 SDGs, yakni Universal, integration dan no one left behind. Platform digital bisa membantu LAZ berkomunikasi dan bersinergi dengan banyak pihak sehingga program-program yang dibuat dan didukung lebih universal dan inklusif. Penggunaan platform digital juga bisa mendorong LAZ mengintegrasikan program-programnya dengan inisiatif atau program yang dikembangkan Lembaga-lembaga lain, sehingga upaya untuk mengatasi masalah tidak lagi dilakukan secara parsial, tapi lebih integratif dan komprehensif.
"Penggunaan platform digital seharusnya bisa mendukung LAZ untuk menyerap aspirasi dan melibatkan kelompokkelompok rentan, serta mereka yang ada di daerah terluar, terjauh dan terpinggir. Sehingga, programprogram yang dikembangkan LAZ lebih partisipatif dan menjangkau kelompok rentan dan terpunggirkan,” kata Erna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News