Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendorong parlemen untuk merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Revisi regulasi ini dinilai sangat mendesak untuk membendung praktik dominasi pasar dan kolusi yang memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di era ekonomi digital.
Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa atau akrab disapa Ifan menekankan, pembaruan hukum menjadi langkah strategis agar Indonesia memiliki landasan hukum yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan model bisnis modern. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (6/11/2025).
Baca Juga: Roy Suryo dkk Dijerat Pasal Berlapis Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi
Menurutnya, bentuk-bentuk dominasi pasar baru tidak lagi bisa dijangkau dengan instrumen hukum lama. Praktik seperti penyalahgunaan data pengguna, diskriminasi algoritmik, hingga predatory pricing berbasis AI kini kian sulit dibuktikan.
“Kolusi algoritma kini dapat terjadi tanpa kesepakatan eksplisit antar pelaku usaha, ketika sistem harga otomatis saling menyesuaikan melalui pemantauan algoritmik. Akibatnya harga pasar bisa seragam tanpa ada pertemuan, dan ini sulit dibuktikan secara hukum,” ujar Ifan dalam keterangan tertulis, Jumat (7/11/2025).
Ifan menilai, tanpa reformasi hukum yang adaptif, potensi penyalahgunaan algoritma dapat menimbulkan ketimpangan pasar dan menghambat inovasi. Oleh karena itu, KPPU mengusulkan perluasan definisi pasar bersangkutan atau penyalahgunaan posisi dominan agar mencakup dominasi berbasis data dan algoritma.
Selain itu, KPPU mendorong penguatan sistem pembuktian melalui pengakuan terhadap indirect evidence atau bukti tidak langsung, seperti data ekonomi dan komunikasi digital. Langkah ini krusial untuk menyesuaikan penegakan hukum dengan karakteristik kasus di pasar digital yang sering bersifat nonkonvensional.
Lebih lanjut, Ifan menegaskan, amandemen ini bukan sekadar kepentingan kelembagaan, melainkan kebutuhan nasional. Menurutnya, daya saing bangsa ditentukan oleh kemampuan berinovasi dalam sistem ekonomi yang kompetitif dan terbuka.
Dia bilang, dengan reformasi hukum yang tepat, pihaknya yakin revisi UU ini akan memperkuat keadilan ekonomi dan menciptakan iklim investasi yang sehat.
“Pembaruan UU ini bukan semata kepentingan kelembagaan, melainkan kebutuhan nasional agar Indonesia siap menghadapi tantangan ekonomi digital global,” kata Ifan.
Baca Juga: Impor Pakaian Bekas Dilarang, Kemenkop UMKM Kumpulkan Raksasa E-Commerce
Selanjutnya: Airlangga Pastikan Tambahan BLT Rp 30 Triliun Cukup Dongkrak Ekonomi Akhir Tahun
Menarik Dibaca: Hasil Korea Masters 2025, Dua Wakil Indonesia Maju ke Babak Semifinal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













