Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diam-diam tengah menggodok revisi Undang-Undang No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Perubahan beleid ini awalnya dipicu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan terkait Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), khususnya soal anggaran.
Namun di luar itu, DPR justru menyisipkan sejumlah pasal baru yang dinilai bisa menguatkan dan memperlebar kewenangannya terhadap tiga lembaga strategis yakni Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan LPS.
Baca Juga: Komisi XI DPR Tunda Sementara Pembahasan Revisi UU P2SK
Dalam draft revisi yang diterima Kontan, DPR tak lagi sekadar berperan memberi persetujuan atas usulan presiden, melainkan bisa melakukan evaluasi langsung terhadap Dewan Gubernur BI, Dewan Komisioner OJK, dan Dewan Komisioner LPS. Hasil evaluasi itu bahkan disebutkan dapat menjadi dasar pemberhentian pejabat terkait.
Contoh paling mencolok terlihat dalam perubahan Pasal 69 ayat (1) mengenai mekanisme pemberhentian anggota Dewan Komisioner LPS.
Sebelumnya, ada tujuh alasan pemberhentian, antara lain berhalangan tetap, habis masa jabatan, mengundurkan diri, tidak menjalankan tugas lebih dari 6 bulan, terikat hubungan keluarga dengan anggota lain, atau tidak lagi memenuhi syarat.
Baca Juga: Pembahasan Revisi UU P2SK Melebar, Singgung Mandat Baru Bank Indonesia
Dalam rancangan revisi, DPR menambahkan satu poin baru, yakni anggota Dewan Komisioner LPS bisa diberhentikan berdasarkan hasil evaluasi DPR. Dengan demikian, keputusan presiden soal pemberhentian tak lagi sepenuhnya berdasar alasan objektif, melainkan juga bisa dipicu rekomendasi politik DPR.
Perubahan lain muncul pada Pasal 86. Jika sebelumnya rencana kerja dan anggaran LPS disampaikan kepada Menteri Keuangan, dalam rancangan revisi dokumen itu harus diserahkan langsung ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Bahkan di Pasal 97, Ketua Dewan Komisioner LPS diwajibkan menyampaikan rencana kerja dan anggaran tidak hanya kepada presiden, tetapi juga DPR.
Poin serupa juga berlaku untuk Bank Indonesia. Dalam aturan lama, pemberhentian anggota Dewan Gubernur BI hanya bisa dilakukan jika mereka mengundurkan diri, berhalangan tetap, melakukan tindak pidana, atau mangkir dari tugas. Namun dalam draft revisi, ditambahkan satu alasan baru: hasil evaluasi DPR.
Baca Juga: Bakal Calon Deputi Gubernur BI Menjadi Sorotan
Tak berhenti di situ, DPR juga memberi dirinya kewenangan melakukan evaluasi rutin terhadap OJK. Hasil evaluasi DPR dinyatakan bersifat mengikat, sehingga rekomendasi parlemen praktis wajib dijalankan.
Langkah DPR ini memantik kekhawatiran dari para ekonom karena berpotensi menggerus independensi lembaga-lembaga keuangan strategis.
Sebagaimana diketahui, independensi BI, OJK, dan LPS merupakan syarat utama agar stabilitas sistem keuangan tidak mudah dipengaruhi kepentingan politik jangka pendek.
Selanjutnya: KPK Beberkan Peran Bambang Tanoesoedibjo pada Kasus Korupsi Penyaluran Bansos Beras
Menarik Dibaca: Menurut Riset YouGov : Konsumen Belanja Online Tapi Paling Doyan Promo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News