Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menargetkan penyelesaian pembahasan revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) pada masa sidang berikutnya.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi UU P2SK, Mohamad Hekal, mengatakan bahwa pembahasan akan kembali dilanjutkan mulai pekan ketiga Juli setelah agenda Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) telah rampung.
"Di bulan ini setelah selesai agenda KEM-PPKF. Minggu ketiga dan mudah-mudahan masa sidang depan bisa selesai di DPR untuk dilanjutkan ke pemerintah," ujar Haekal kepada Kontan.co.id, Kamis (10/7).
Baca Juga: Revisi UU P2SK Singgung soal Tugas BI, Begini kata Gubernur BI
Ia menjelaskan, substansi utama revisi tetap mengacu pada rencana semula.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah penguatan peran DPR dalam pengawasan anggaran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Ya masih sesuai rencana. Utamanya tentang LPS yang kedepan anggaranya akan dibahas dengan DPR," katanya.
Selain itu, revisi juga mencakup reformasi kewenangan dalam penanganan kejahatan di sektor jasa keuangan.
Jika saat ini penyidikan menjadi domain utama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka dalam usulan revisi, kewenangan tersebut akan dibuka bagi lembaga penegak hukum lain.
"Dan soal kejahatan di sektor keuangan yang penyidikannya tidak lagi hanya dilakukan oleh OJK," katanya.
Adapun mahkamah dalam amar putusan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 86 ayat (4) UU P2SK inkonstituasional secara bersyarat.
Pasal 86 ayat (4) tersebut menyatakan bahwa ketua Dewan Komisioner LPS wajib menyampaikan RAT kepada Menkeu untuk mendapat persetujuan. Begitu juga dengan ayat (6) dan ayat (7) yang memuat frasa terkait dengan persetujuan Menkeu.
Saat pembacaan amar putusan, Ketua MK Suhartoyo mengatakan bahwa pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengingat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai persetujuan DPR.
Baca Juga: Pembahasan Revisi UU P2SK Melebar, Singgung Mandat Baru Bank Indonesia
"Berlaku setelah pembentuk undang-undang melakukan perubahan paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan a quo diucapkan," ujar Suhartoyo.
Alasan hukum yang mendasari Mahkamah untuk mengabulkan permohonan tersebut tidak lain adalah pentingnya independensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta bebasnya LPS dari campur tangan institusi lain, dalam hal ini adalah Menteri Keuangan yang notabene merupakan institusi pemerintahan.
Sekalipun didalilkan perlunya keterlibatan Menteri Keuangan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) untuk kegiatan operasional LPS, namun tidak tepat apabila keterlibatan Menteri Keuangan tersebut berupa persetujuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 86 ayat (4), ayat 6, dan ayat (7) huruf a dalam Pasal 7 angka 57 UU P2SK.
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam pertimbangan hukum Mahkamah menyebutkan bahwa independensi LPS merupakan suatu keharusan untuk memastikan efektivitas dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penjaga stabilitas keuangan, khususnya dalam penjaminan simpanan nasabah.
Selanjutnya: ICDX Luncurkan Produk Komoditi Baru Berbasis Energi Terbarukan
Menarik Dibaca: Resep Bola Ayam Jepang Favorit Anak Ala Devina Hermawan, Juicy dan Enak Banget
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News