kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ketut Masagung meninggal, inilah kisah bisnisnya


Minggu, 05 Januari 2020 / 17:56 WIB
Ketut Masagung meninggal, inilah kisah bisnisnya
ILUSTRASI. Ketut Masagung


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA.  Kabar meninggalnya Ketut Masagung menyeruak sedari Minggu dini hari (5/01), termasuk ke redaksi kontan.co.id. Kabar yang masuk ke kontan, putra bungsu pemilik Grup Gunung Agung ini meninggal karena sakit jantung di Rumahsakit VU NC Amsterdam pada tanggal 4 Januari 2020 pukul 15.35 waktu setempat.

Ketut meninggal di usia 50 tahun. Ia meninggalkan dua orang putra dari pernikahan pertamanya, yakni Arya Masagung dan Arman Masagung.

Keduanya saat ini tengah menempuh pendidikan di Universitas San Francisco, California, Amerika Serikat. Kabar yang sampai ke kontan, saat ini, jenasah Ketut tengah dalam perjalanan menuju Indonesia.

Baca Juga: Ini 25 orang tertajir Indonesia tahun 2019

Ketut adalah anak bungsu dari pendiri Grup Gunung Agung, Haji Mas Agung. Dalam sejarah bisnisnya, Haji Masagung memiliki tiga orang anak yakni Putra Masagung, Made Oke Masagung serta  Ketut Masagung.

Haji Masagung mendirikan bisnisnya berupa sebuah toko buku di Kwitang, Jakarta Pusat. Ia memulai bisnisnya yakni toko buku, surat kabat di tahun 1953. Saat itu, pemilik nama asli  Tjio Wie Tay (1927 - 1990), yang kemudian dikenal sebagai Haji Masagung, memulai bisninya dari kios sederhana yang menjual buku, surat kabar, dan majalah dengan nama Thay San Kongsie.

Ketika bisnis tumbuh lebih besar dan lebih kompleks di tahun-tahun awal paska kemerdekaan, Haji Masagung mendirikan perusahaan baru yang menerbitkan dan mengimpor buku-buku, bernama Firma Gunung Agung. Ini pula yang mengawali bisnis Grup Gunung Agung.

Di tangan Haji Masagung, bisnis Gunung Agung bertumbuh dengan dukungan para penyair, penulis, cendekiawan, dan jurnalis. Apalagi, Haji Masagung acap menyelenggarakan pameran buku. Pameran buku pertama di Indonesia bahkan mendapat sambutan hangat masyarakat yang saat itu haus dengan pameran.

Baca Juga: Ini daftar orang tajir di Indonesia, Hartono bersaudara tetap di puncak

Tahun 1986, Haji Masagung memutuskan untuk menjual dan menyerahkan saham Grup Gunung Agung kepada ketiga putranya: Putra Masagung, Made Oka Masagung dan Ketut Masagung. Saat itu, bisnis Gunung Agung Grup sudah bukan saja toko buku, tapi sudah meluas ke sektor keuangan, properti, tambang serta mal.

Empat tahun berselang, dengan alasan sakit, Putra Masagung mundur dari Grup Gunung Agung. Ia memilih konsentrasi di bisnis  toko buku saja: Toko Buku Gunung Agung. Tak lama berselang, giliran si bungsu Ketut Masagung juga memilih mundur dari bisnis Grup Gunung Agung dengan mendirikan toko buku sendiri, Toko Buku Walisongo.

Di tangan Made Oka Masagung, Grup Gunung Agung mengembang cepat. Gurita bisnisnya mulai dari ke sektor jasa keuangan dengan memiliki Bank Arta Prima, money changer (Ayumas Gunung Agung), perusahaan investasi, dan properti serta pertambangan.

Hanya tangan bisnis Made Oka tak sedingin ayahnya. Kelewat ekspansif membuat bisnis Gunung Agung tertambat banyak masalah.

Baca Juga: Daftar orang kaya Indonesia, Bos Barito Pacific Group melejit

Padahal di awal berdirinya, sejumlah nama besar ikut tercatat sebagai pemegang saham Gunung Agung. Misalnya Mohammad Hatta, H.B. Jassin, dan Adinegoro.

Awal keruntuhan diawali dari rontoknya bisnis Oka di sektor properti. Dalam tulisan Mingguan Kontan, 9 Juni 1997:  Siapa Tahan Meyangga Gunung Agung Februari 1994 terkuak berita bisnis Gunung Agung limbung.

Hal ini ditandai dengan kisah Made Oka MasAgung, sang pemilik, menjual 80% sahamnya kepada PT Kosgoro. Langkah itu dilakukan lantaran kelompok usaha yang didirikan ayah Oka, Haji MasAgung tersebut terbelit utang sampai Rp 450 miliar. Sebanyak Rp 55 miliar dari jumlah itu berupa utang kepada Bank Summa. Dan sebagian besar utang sudah jatuh tempo.

Kabarnya, sejak Bank Summa dilikuidasi, Oka tengah sakit. Pengalihan saham kepada Kosgoro itu kabarnya bahkan dilakukan lewat saluran telepon internasional. Kala itu Oka terbaring di sebuah rumah sakit di Amerika Serikat.

Beberapa proyek, seperti penambangan emas di Sukabumi juga dikabarkan sekarat. Nasib serupa juga menimpa sektor properti. Kongsi Oka dengan mantan direktur Astra dan petinggi bank saat itu di tahun 1990 tak berjalan sukses. Akibatnya, utang proyek-proyek perusahaan property bernama  Graha Prima sudah mencapai ratusan miliar tak tertanggungkan.

Pada 1993, Oka pun  menjual 80% kepemilikan saham atas Wisma Kosgoro di Jalan Thamrin Jakarta kepada empat yayasan yang dipimpin pengusaha Bob Hasan. Sampai saat itu, Oka tercatat sebagai bendahara Kosgoro. Dengan masuknya Kosgoro, bisnis Masagung pun menyusut.

Dalam catatan kontan saat itu, selain berdagang buku dan usaha penerbitan, Gunung Agung juga menjadi pena Parker, rokok Dunhill dan Rothmans, serta majalah Time. Kemudian MasAgung merambah ke bisnis pariwisata dengan membangun PT Jaya Bali Agung.

Melalui PT Jaya Mandarin Agung, Gunung Agung jadi pengelola Hotel Mandarin yang berpatungan dengan investor Hong Kong. Masagung, pelopor pembauran Cina-Islam itu mundur dari bisnis setelah istrinya, Nyonya Chen Hian, wafat tahun 1986.

Saat didirikan, pemegang saham Gunung Agung terdiri atas 100 orang. Di antaranya tercatat proklamator Mohammad Hatta, H.B. Jassin, Adinegoro, dan Sumanang.

Lantas bagaimana dengan bisnis Ketut? Tak banyak cerita yang menguar. Hanya Ketut pernah menceritakan soal bisnis ke beberapa media, termasuk kontan.  Ia mengaku sedari kecil punya jiwa pedagang. Adalah ayahnya  Haji Masagung, sering membawanya ke tokonya untuk memperkenalkan ke dunia perdagangan dan bisnis.

“Sejak awal, beliau mengarahkan kami putranya untuk menjadi pengusaha,” katanya dalam sebuah wawancara di Jakarta.

Di usia 16 tahun, Ketut dikirim oleh sang ayah belajar di AS, sementara dua saudaranya Putra dan Oka harus sekolah di Singapura.

Pada usia 20 tahun, saat Ketut di San Francisco, Haji Masagung meninggal.  Saat berusia 22 tahun, Ketut Masagung menikah. Sayang, enam tahun setelahnya pernikahan tersebut berakhir dengan perceraian.

Selain Toko Buku Walisongo, Ketut disebut-sebut  memiliki bisnis pembibitan pohon yang terletak di di sisi kiri jalan tol Jagorawi ke Bogor. Selain itu tak banyak cerita tentang Ketut.

Update dari kawan Ketut, bisnis Ketut di Amerika Serikat terbilang moncer. Lama di AS karena penyakit jantung, Ketut memiliki hak paten atas obat penyakit jantung. Menurut cerita sumber yang tak mau disebutkan namanya itu, Ketut bekerjasama dengan dokter jantung di AS itu memiliki paten atas sejumlah alat dan obat penyakit jantung yang laris manis di dunia kedokteran. 

Ini pula yang kemudian menjadi sumber kekayaan Ketut hingga saat ini. Tak hanya itu, Ketut juga disebut-sebut berkawan dekat dengan Guthrie Berhard, kelompok bisnis perkebunan crude palm oil alias CPO besar di Malaysia. 

Selamat jalan Ketut!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×