Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) diprediksi akan kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juli 2025.
Sebagaimana diketahui, pada Juni 2025 BI juga mempertahankan suku bunga acuan di level 5,5%.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan, BI-Rate diperkirakan masih dipertahankan karena kondisi inflasi kemungkinan akan meningkat seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru, peningkatan belanja liburan, dan penerapan harga bahan bakar non-subsidi yang lebih tinggi.
Adapun pada Juni 2025, inflasi meningkat signifikan menjadi 1,87% (yoy) dari 1,60% year on year (yoy) pada Mei 2025.
Baca Juga: BI Buka Peluang Pangkas Suku Bunga Tahun Ini di Tengah Ketidakpastian Global
Di saat yang sama, ketegangan geopolitik yang terus berlanjut dan kebijakan tarif AS yang akan datang terus membayangi prospek global.
“Mengingat perkembangan ini, kami berpandangan bahwa Bank Indonesia perlu mempertahankan BI-Rate di level 5,50% pada RDG bulan Juli untuk menjaga stabilitas rupiah,” tutur Riefky dalam keterangannya, Selasa (15/7).
Selain itu, Riefky melihat per Juni 2025, The Fed mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25% hingga 4,50%, yang telah dipertahankan sejak Desember 2024. Hal ini mencerminkan sikap kebijakan yang hati-hati dan bergantung pada data, karena The Fed terus menilai perkembangan inflasi dan kondisi pasar tenaga kerja di tengah meningkatnya ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan baru-baru ini.
The Fed juga diperkirakan masih menunggu dan melihat dampak penuh dari kebijakan tarif AS yang baru-baru ini diumumkan belum terlihat dalam data.
Baca Juga: BI Rate Tetap 5,5%, Arah IHSG Masih Akan Ditentukan oleh Sentimen Ini
Pada 7 Juli, Presiden Trump secara resmi memberi tahu pemerintah Indonesia tentang keputusannya untuk mengenakan tarif resiprokal sebesar 32%. Riefky menyebut, besaran tarif tetap tidak berubah sejak pengumuman awal pada April 2025, menunjukkan bahwa periode negosiasi 90 hari gagal menghasilkan penyesuaian apa pun.
Pengumuman tersebut tidak memicu lonjakan penjualan asing di pasar saham Indonesia, yang menunjukkan bahwa kebijakan tersebut sebagian besar telah diantisipasi atau diperhitungkan oleh investor. Hal ini mungkin juga mencerminkan terbatasnya paparan langsung perusahaan perusahaan Indonesia yang tercatat terhadap kategori ekspor yang terdampak.
Selain itu, Ia juga mencatat di pasar obligasi, tidak ada volatilitas atau arus keluar modal yang signifikan yang diamati setelah pengumuman tersebut.
“Hal ini kemungkinan mencerminkan kepercayaan investor yang berkelanjutan dan ekspektasi bahwa dampak jangka pendek tarif terhadap pertumbuhan ekonomi akan tetap terkendali,” ungkapnya.
Selanjutnya: Uni Eropa Bidik Boeing dan Bourbon sebagai Sasaran Tarif Balasan atas Produk AS
Menarik Dibaca: Eva Mulia Acne Set: Solusi Perawatan Kulit Berjerawat Sesuai Kebutuhan Kulitmu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News