Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penundaan pemberlakuan tarif resiprokal 32% oleh Amerika Serikat (AS) diperkirakan mempengaruhi arah pemangkasan suku bunga atau BI-Rate pada Juli 2025 ini.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, BI akan mempertahankan suku bunganya pada bulan ini, meskipun ruang penurunan suku bunga sebenarnya terbuka, mengingat tren apresiasi rupiah yang terjadi belakangan ini, namun sejumlah perkembangan eksternal BI untuk bersikap hati-hati.
Menurutnya, salah satu pertimbangan utama datang dari memanasnya kembali ketegangan perdagangan global, terutama setelah kebijakan terbaru Presiden AS Donald Trump yang kembali memberlakukan tarif balasan sebesar 32% terhadap sejumlah mitra dagang utama, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi, BI-Rate Perlu Turun Lagi Bulan Ini?
Kondisi tersebut lanjutnya, langsung memicu kembali sentimen risk-off di pasar keuangan global, yang berpotensi menekan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.
“Dalam kondisi ini, BI cenderung memilih sikap konservatif untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan ekspektasi inflasi dengan menahan suku bunga acuan terlebih dahulu, sambil terus memantau perkembangan situasi perdagangan global,” tutur Josua dalam keterangannya, Selasa (15/7).
Meski demikian, Josua menyebut peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25% masih cukup terbuka, dan kemungkinan besar terjadi pada RDG September 2025.
Hal ini didasarkan pada prospek semakin jelasnya arah kebijakan perdagangan AS, terutama dengan adanya tenggat waktu perundingan yang jatuh pada 1 Agustus 2025.
Pernyataan terbaru dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengonfirmasi bahwa kebijakan tarif 32% yang diterapkan AS terhadap produk ekspor Indonesia ditunda sementara, dengan harapan kesepakatan final dapat tercapai dalam tiga minggu ke depan.
Baca Juga: BI Rate Tetap 5,5%, Arah IHSG Masih Akan Ditentukan oleh Sentimen Ini
Ia menilai, jika kesepakatan ini berhasil dicapai, maka tekanan pada rupiah dapat berkurang secara signifikan, membuka jalan bagi BI untuk memangkas suku bunga mengikuti tren pelonggaran moneter global yang juga diperkirakan akan dilakukan The Fed pada pertemuan FOMC September 2025.
Di sisi lain, josua menyebut kebijakan tarif balasan AS ini tidak dapat diabaikan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meski skala dampaknya relatif terbatas, dengan AS berkontribusi sekitar 9%–10% dari total ekspor nasional, pengenaan tarif sebesar 32% tetap berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi sekitar 0,3 hingga 0,5 poin persentase.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar pemerintah secara aktif mengambil langkah-langkah antisipatif dan negosiasi efektif dengan AS untuk meminimalisasi dampak tersebut. Selain itu, prospek penerapan cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) pada semester II 2025 juga akan menambah pertimbangan baru bagi BI dalam menjaga inflasi inti.
Kebijakan cukai ini lanjutnya, berpotensi mendorong kenaikan inflasi secara bertahap, sehingga BI akan cermat mengkaji dampak kebijakan tersebut terhadap stabilitas harga sebelum memutuskan pelonggaran moneter lebih lanjut.
Selanjutnya: Sudah Impor 25.000 Sapi, Begini Update Program Swasembada Susu dan Daging Prabowo
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 16-17 Juli, Status Waspada Hujan Lebat di Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News