kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.943.000   -7.000   -0,36%
  • USD/IDR 16.306   -72,00   -0,44%
  • IDX 7.490   -13,57   -0,18%
  • KOMPAS100 1.062   5,79   0,55%
  • LQ45 796   5,98   0,76%
  • ISSI 254   -0,56   -0,22%
  • IDX30 410   -1,10   -0,27%
  • IDXHIDIV20 470   0,28   0,06%
  • IDX80 120   0,90   0,75%
  • IDXV30 124   0,93   0,76%
  • IDXQ30 131   0,00   0,00%

Ketua MA: Hukuman mati tidak untuk diobral!


Sabtu, 16 Maret 2013 / 13:35 WIB
Ketua MA: Hukuman mati tidak untuk diobral!
ILUSTRASI. ?Game Pulau Juara Doodle


Reporter: Yudho Winarto |

BOGOR. Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menanggapi maraknya desakan publik yang menyerukan hukuman mati terutama untuk kasus narkotika dan tindak pidana korupsi. Ia mengatakan hukuman mati di Indonesia tidak untuk diobral. Ada persyaratan tertentu bagi terpidana yang layak dijatuhi hukuman mati.

"Hukuman mati itu jangan diobral. Ini harus selektif merujuk aturan perundangan-undangan yang berlaku," katanya dalam workshop sistem peradilan, istilah hukum, justice collaborator, dan keterbukaan informasi, Sabtu (16/3).

Merujuk pasal 2 ayat 2 UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pelaku tindak pidana korupsi dapat dihukum mati apabila korupsi dilakukan saat negara dalam keadaan bahaya, saat terjadi bencana alam, residivis kasus korupsi, atau saat negara dalam keadaan krisis.

Sementara untuk kasus narkotika, hakim harus berpegangan pada UU nomor 35 tahun 2009. "Tapi itu juga sulit dan harus memenuhi persyaratannya, seperti yang bersangkutan harus mengedarkan narkoba golongan I," katanya.

Hatta mengakui hukuman mati terpidana narkotika sering tak konsisten karena itu tergantung pertimbangan hakim. "Nah kalau seperti itu tergantung hakimnya, apalagi sekarang sudah ada pasal 28i UUD 1945, bahwa setiap WN punya hak untuk hidup. Kalau menurut saya yang penting hukum positifnya sudah ada," ujarnya.

Selain itu, inkonsistensi putusan itu juga karena hasil musyawarah hakim yang dilihat dari jumlah voting. Misalnya ketika ada tiga hakim menyidangkan sebuah perkara, kemudian seorang hakim berdasarkan pertimbangannya memutuskan hukuman mati, sedangkan dua hakim lainnya mengganggap tidak perlu.

"Jika terjadi seperti itu maka seorang hakim itu harus mengalah, karena hanya satu suara," katanya.

Atau, hakim tersebut bisa melakukan "dissenting opinion" (pendapat berbeda) terhadap putusan yang diambil. "Yang jelas hukuman mati jangan diobral, dan putusan itu tetap harus diambil sisi positifnya, " jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×