Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan surat ke pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (19/2/2014) siang. Surat tersebut meminta Pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU KUHP-KUHAP. Pembahasan sebaiknya dilakukan oleh DPR dan pemerintahan periode 2014-2019.
Jika dibahas nantinya, KPK meminta agar tindak pidana luar biasa dikeluarkan dari draf RUU KUHP. Surat yang dibuat tanggal 17 Februari itu juga dikirimkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua DPR Marzuki Alie, pimpinan Komisi III, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, serta Panja RUU KUHP dan KUHAP.
Surat yang terdiri dua halaman dan berisi lima poin. KPK juga menyertakan lampiran executive summary dan kumpulan pemberitaan media seputar pembahasan RUU KUHP dan KUHAP. Berikut isi surat lengkap dari KPK:
"Sehubungan dengan telah dilaksanakannya pembahasan atas RUU KUHP dan RUU KUHAP oleh DPR c.q Panja RUU KUHP dan RUU KUHAP bersama pemerintah saat ini, bersama ini kami sampaikan pandangan dan sikap KPK sesuai kajian yang telah kami lakukan (terlampir) sebagai berikut:
1. Revisi RUU adalah sebuah keniscayaan, maka harus ditujukan untuk kepentingan perbaikan atas materi perundang-undangan yang bisa menjawab tuntutan kebutuhan publik atas kepastian hukum dan jaminan keadilan serta mendukung peran penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.
2. Pembahasan RUU KUHAP dan KUHP yang saat ini tengah dilakukan memerlukan pemikiran yang mendalam, utuh dan menjangkau kebutuhan akan perubahan. Pada kenyataannya, masa kerja anggota DPR saat ini tersisa kurang lebih 100 hari kerja efektif, sehingga tidak mungkin dilakukan pembahasan secara serius dalam waktu yang begitu singkat, mengingat kedua RUU tersebut memiliki lebih dari 1000 pasal. Untuk itu, pemerintah perlu menarik kembali RUU KUHAP dan KUHP dari DPR dan menyerahkan pembahasannya kepada DPR baru periode 2014-2019.
3. Pembahasan RUU KUHAP sebagai hukum pidana formil sebaiknya dilakukan setelah DPR yang baru periode 2014-2019 membahas, menyelesaikan dan mengesahkan RUU KUHP yang baru.
4. Meminta pemerintah untuk memperbaiki RUU KUHP dengan mengeluarkan seluruh tindak pidana luar biasa dari buku II RUU KUHP termasuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya yang bersifat koruptif yang merupakan delik korupsi berdasarkan UU Tipikor saat ini. Beberapa ketentuan dalam RUU KUHAP juga perlu diperbaiki lebih dahulu, antara lain adanya ketentuan khusus untuk mendukung proses penegakan hukum atas kejahatan korupsi dan kejahatan luar biasa lainnya.
5. Pembahasan RUU KUHP dan KUHAP tersebut oleh DPR periode 2014-2019 haruslah melibatkan seluruh lembaga penegak hukum, akademisi dan unsur masyarakt terkait.
Demikian kami sampaikan pandangan dan sikap KPK atas RUU KUHAP dan KUHP dimaksud. Kami sangat berharap agar penyusunan dan pembahasan suatu RUU lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara untuk mengatasi persoalan-persolan besar yang tengah dihadapi bangsa saat ini."
Tembusan surat tersebut, yakni Mensesneg, Menkopolhukam, dan Dirjen Perancangan Perundangan Kemenkumham. (Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News