kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45982,64   -7,73   -0.78%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini kriteria pemimpin yang cocok di Indonesia ke depannya, versi Jokowi


Selasa, 27 November 2018 / 15:36 WIB
Ini kriteria pemimpin yang cocok di Indonesia ke depannya, versi Jokowi
ILUSTRASI. Presiden Jokowi


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo mengatakan saat ini pengembangan sumber daya manusia (SDM) perlu dilakukan sejalan dengan perkembangan global yang juga berubah drastis.

Menurut dia, saat ini Indonesia membutuhkan pemimpin-pemimpin yang memiliki pemikiran terbuka atau open minded.

"Yang terbuka, karena zamannya memang zaman terbuka," katanya dalam pembukaan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Selasa (27/11).

Kemudian, Indonesia juga membutuhkan pemimpinnya yang siap menghadapi munculnya advanced robotic, virtual reality, muncul bitcoin, dan cryptocurrency. Kalau tidak, maka akan ditinggal.

"Kita juga butuh pemimpin yang bisa bereaksi cepat dan butuh pemimpin yang goal oriented, result oriented. Bukan prosedur oriented yang bertele-tele, berbelit-belit," kata Presiden.

Hal ini khususnya, mengurus perizinan yang masih membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun.

"Sudah enggak musimnya lagi seperti itu," tegas Jokowi. Maka itu, saat ini yang paling penting adalah pemimpin yang di level bawah sampai atas bisa berkolaborasi agar pelatihan-pelatihan bisa terus dilakukan baik di tingkat desa hingga nasional, perusahaan swasta, dan BUMN.

"Lahir para reformis, membawa perubahan-perubahan bisa mengantisipasi perubahan, yang mau membuat sistem menjadi sederhana, yang mau membuat regulasi menjadi sederhana," tambah dia.

Karena sejatinya, Presiden menginginkan pemerintah yang hampir tidak ada aturan alias government almost without rule. Sehingga, ke depan baik Gubernur dan para menteri tidak banyak memproduksi peraturan yang menjerat kita sendiri yang membuat tidak cepat, tidak lincah, tidak fleksibel dalam menghadapi perubahan yang ada. 

"Sedih saya kadang-kadang ingin cepat tapi kadang-kadang, UU itu enggak boleh. Gubernur ingin cepat, Pak hati-hati Perdanya enggak boleh. Lah, ini semuanya enggak boleh, bagaimana kita bisa berlari cepat?" jelas Presiden.

Sebab, ke depan, bukan negara yang kuat mengalahkan negara lemah. Bukan negara besar yang akan mengalahkan negara yang kecil. Tapi negara yang cepat yang mengalahkan negara yang lambat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×