Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
Seperti diketahui, Indonesia saat ini memiliki tiga Undang-Undang di bidang ketenagakerjaan, yaitu:
1. UU RI No. 13 / 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
2. UU RI No. 21 / 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (“UU SP/SB”).
3. UU RI No. 2 / 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”).
"Ukurannya tiga UU itu saja. Jika isi RUU Cilaka (cipta lapangan kerja) justru mengurangi atau malah menghilangkan ketentuan yang sudah baik diatur dalam 3 UU itu, maka bisa dipastikan serikat pekerja pasti akan melakukan penolakan," ucap dia.
Mirah menyebutkan, salah satu yang menjadi sorotan ASPEK Indonesia adalah terkait dengan paparan dari Kementerian Perekonomian yang dinilai terdapat keinginan Pemerintah untuk menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha yang melakukan pelanggaran UU.
"Ini adalah langkah mundur dalam upaya penegakan hukum dan memberikan keadilan bagi rakyat," tegas Mirah.
Baca Juga: Tarif PPh Badan turun, pengusaha curhat ke Sri Mulyani takut makin dikejar pajak
Seperti diketahui, saat ini terdapat dua macam sanksi yang ada di dalam UU Ketenagakerjaan, yakni sanksi administratif dan sanksi pidana.
Sanksi administratif yang diberikan dapat berbentuk teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pencabutan ijin. Sedangkan Sanksi Pidana yang diberikan bermacam-macam, yakni denda, kurungan, dan penjara.
Mirah mencontohkan, beberapa sanksi pidana yang saat ini ada dalam UU Ketenagakerjaan, yang sesungguhnya sudah cukup baik, karena dapat membuat pengusaha jera jika bertindak semena-mena kepada pekerjanya.
Baca Juga: Asosiasi pengusaha akan kawal impelementasi Omnibus Law