kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.986.000   17.000   0,86%
  • USD/IDR 16.859   49,00   0,29%
  • IDX 6.665   51,08   0,77%
  • KOMPAS100 962   9,64   1,01%
  • LQ45 749   7,30   0,98%
  • ISSI 212   1,35   0,64%
  • IDX30 389   3,65   0,95%
  • IDXHIDIV20 468   3,39   0,73%
  • IDX80 109   1,15   1,07%
  • IDXV30 115   1,36   1,20%
  • IDXQ30 128   1,01   0,79%

Ini Alasan Mengapa AS Cemas terhadap GPN, QRIS, dan Aturan Halal Indonesia


Jumat, 25 April 2025 / 07:56 WIB
Ini Alasan Mengapa AS Cemas terhadap GPN, QRIS, dan Aturan Halal Indonesia
ILUSTRASI. Beberapa kebijakan di Indonesia seperti GPN, QRIS, dan aturan Halal ternyata memicu kekhawatiran Amerika Serikat (AS). ANTARA FOTO/Andri Saputra


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Beberapa kebijakan di Indonesia ternyata memicu kekhawatiran Amerika Serikat (AS). 

Belakangan, kekhawatiran AS terhadap kebijakan Indonesia turut menjadi pembahasan di media sosial seiring dengan penerapan tarif impor yang dapat naik sebesar 47%. 

Terlebih lagi, bukan hanya Indonesia melainkan negara ASEAN lain punya sistem pembayaran mandiri yang tidak perlu bekerja sama dengan AS. 

"Karena mereka (AS) rugi banyak sejak Indonesia punya GPN dan QRIS. Hampir semua negara ASEAN sekarang punya QRIS versi mereka masing masing dan kalo jadi, nanti bakal disatuin jadi ASEAN Pay. Kalo udah gitu makin kebakaran jenggot ini Pak Tua," tulis akun @txtfro****mshsj di media sosial X pada Selasa (22/4/2025).  

Pembahasan ini ramai di media sosial yaitu setelah kabar Indonesia dikenakan tarif 47% setelah sebelumnya ada di angka 32%.  

Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif baru impor negara lain pada 2 April 2025. Sebelum itu, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) telah mengungkap hambatan perdagangan internasional mereka.  Hambatan-hambatan itu tertuang dalam National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang terbit pada 31 Maret 2025.  

Dokumen itu memaparkan bagaimana kebijakan-kebijakan Indonesia seperti Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), QRIS, dan sertifikasi halal telah menghambat perdagangan AS. 

Baca Juga: Amerika Serikat Persoalkan Sistem QRIS, Ini Kata AstraPay

Apa alasan AS khawatir pada sertifikasi halal? 

Dilansir dari NTE 2025, AS keberatan dengan kebijakan halal yang membuat barang impor dari negaranya harus melalui pintu Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menguji kehalalannya. 

Di Indonesia sendiri, kebijakan halal diperlukan untuk membantu konsumen yang mayoritas adalah umat Islam.  

"Karena Indonesia terus mengembangkan peraturan untuk menerapkan undang-undang ini, para pemangku kepentingan AS khawatir bahwa Indonesia telah menyelesaikan banyak peraturan tersebut sebelum memberitahukan rancangan peraturan tersebut kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan mempertimbangkan masukan dari para pemangku kepentingan," bunyi keterangan tersebut.  

"Sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Perjanjian WTO tentang Hambatan Teknis Perdagangan dan sebagaimana yang direkomendasikan oleh Komite WTO tentang Hambatan Teknis Perdagangan (Komite TBT WTO)," lanjutnya.  

Pihak AS menganggap bahwa kebijakan halal di Indonesia tidak transparan dan memberatkan eksportir, termasuk negara adidaya tersebut. 

Selain itu, untuk memperoleh sertifikat halal dan memenuhi syarat tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di Indonesia juga dianggap sulit oleh mereka.  

Baca Juga: AS Kritik QRIS-GPN, Pemerintah Diminta Tegakkan Prinsip Kedaulatan Digital

Sehubungan dengan kekhawatiran AS ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya memberikan tanggapan. 

Menurutnya, kebijakan halal adalah hal yang wajar di Indonesia.  

"Protes boleh saja, tapi kan kita punya kedaulatan untuk membuat pengaturan tentang semua hal di dalam masyarakat, untuk melindungi masyarakat kita," kata Gus Yahya pada Selasa (22/4/2025), dikutip dari Kompas.com.  

"Mereka (Muslim) punya aspirasi mendapatkan perlindungan dalam mendapatkan produk halal, walau ada aturan halal, saya kira itu normal dan patutlah," imbuhnya.  

Gus Yahya berpendapat bahwa sah-sah saja AS melayangkan protes. Namun, Indonesia juga kepentingan melindungi masyarakat dan tidak melarang terjadinya perdagangan antara dua negara. 

"Saya kira gimana lagi, kita punya kepentingan untuk melindungi masyarakat kita. Tapi mereka tidak dilarang untuk jual barang di sini juga toh," ungkap Gus Yahya.  



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×