Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersama dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyepakati tiga acuan perekonomian untuk mendesain Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (RAPBN) pada 2021.
Adapun ketiga acuan tersebut adalah asumsi dasar ekonomi makro, target pembangunan, dan indikator pembangunan. Di dalam asumsi dasar ekonomi makro terdapat ukuran pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, serta tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun.
Baca Juga: Dipangkas untuk Covid-19, anggaran ESDM di 2020 tinggal Rp 6,2 triliun
Di dalam target pembangunan, terdapat ukuran tingkat pengangguran terbuka (TPT), tingkat kemiskinan, gini rasio, serta indeks pembangunan manusia (IPM).
Berbeda dari sebelumnya, untuk tahun depan pemerintah dan DPR RI menambah ukuran nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN) ke dalam indikator pembangunan. Kedua indikator ini pun kemudian akan digunakan untuk mendesain RAPBN di tahun 2021 mendatang.
Indeks dari kedua indikator ini dipatok dengan nilai yang sama, yaitu antara 102-104.
Penambahan indikator ini diusulkan oleh DPR RI untuk meningkatkan kebijakan dan peran pemerintah di sektor pertanian dan perikanan. Pasalnya, selama ini DPR belum melihat kebijakan konkret dari pemerintah, khususnya di kedua sektor tersebut.
"Kami belum melihat kebijakan pemerintah yang cukup konkret di sektor pertanian, utamanya komoditas yang berorientasi ekspor seperti crude palm oil (CPO), karet, batu bara, kopi dan sebagainya," ujar Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Bertu Merlas di dalam rapat kerja, Senin (22/6).
Baca Juga: Soal kapan gaji ke-13 2020 PNS cair, Kemenkeu akhirnya angkat bicara
Untuk itu, ia mengusulkan untuk memasukkan NTP dan NTN menjadi salah satu indikator ekonomi pada RAPBN 2021. Indikator ini juga dinilai dapat meningkatkan intervensi negara dalam menjaga ketahanan pangan, serta memperkuat kebijakan pengendalian impor khususnya di sektor pangan.
Bahkan, apabila memungkinakan dapat mengurangi intensitas impor bahan pangan. Apalagi diketahui bahwa masih di atas 50% serapan tenaga kerja nasional itu diserap oleh sektor pertanian.
"Meskipun kedua indikator ini tidak secara langsung memengaruhi postur untuk kebutuhan nota keuangan, tetapi ini sebuah bentuk keseriusan dari pemerintah dan DPR RI untuk memberikan afirmasi kebijakan fiskal dan program kerja pemerintah terhadap kesejahteraan petani dan nelayan," papar Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam.
Baca Juga: Ini sembilan kebijakan yang harus dijalankan pemerintah pada tahun 2021
Namun demikian, DPR RI juga tetap meminta agar pemerintah dapat berhati-hati saat memasukkan kedua indikator ini ke dalam asumsi makro untuk penyusunan RAPBN 2021. Pasalnya di dalam indikator ini ada banyak faktor subsidi yang perlu diperhatikan, seperti subsidi uang atau subsidi pupuk.
Terlebih, desain indikator ini bukanlah sebuah desain jangka pendek. Jadi masih banyak kebijakan yang perlu disiapkan oleh pihak pemerintah.
"Ini bukan pekerjaan yang mudah. Kebijakannya kan harus diubah, ini lah kalau menurut saya ini kita harus hati-hati. Apalagi tujuan kita memang untuk pembangunan dan kemakmuran seluruh lapisan masyarakat," kata Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun.
Baca Juga: Baru paparkan proyeksi ICP, Komisi VII tunda raker dengan Menteri ESDM, apa sebabnya?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News