kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.960.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.300   94,00   0,58%
  • IDX 7.166   -38,30   -0,53%
  • KOMPAS100 1.044   -6,02   -0,57%
  • LQ45 802   -6,08   -0,75%
  • ISSI 232   -0,07   -0,03%
  • IDX30 416   -3,18   -0,76%
  • IDXHIDIV20 486   -4,82   -0,98%
  • IDX80 117   -0,79   -0,67%
  • IDXV30 119   -0,02   -0,02%
  • IDXQ30 134   -1,35   -1,00%

Imbas Perang Dagang, Aliran Produk China Malah Makin Deras Ke Tanah Air


Minggu, 15 Juni 2025 / 22:25 WIB
Imbas Perang Dagang, Aliran Produk China Malah Makin Deras Ke Tanah Air
ILUSTRASI. U.S. and Chinese flags and a 'tariffs' label are seen in this illustration taken April 10, 2025. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China kembali memunculkan dampak lanjutan bagi negara mitra dagang, termasuk Indonesia.

Salah satu implikasi yang mulai terlihat adalah meningkatnya arus impor barang asal China ke Tanah Air, seiring dengan strategi Negeri Tirai Bambu mengalihkan pangsa pasarnya ke kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia.

Merujuk laporan Citigroup Inc yang dikutip dari Bloomberg, nilai ekspor China ke ASEAN pada Mei 2025 mencapai US$ 51,3 miliar, tumbuh 13% secara year on year (yoy). Citigroup Inc menggunakan data dari China General Administration of Customs (GACC) atau Lembaga Bea Cukai China sebagai sumbernya.

Lonjakan terbesar tercatat terjadi di Indonesia. Pada Mei 2025, nilai impor dari China mencapai US$ 6,8 miliar, naik 21,43% secara yoy.

Baca Juga: Impor Batubara China Bisa Turun Hingga 100 Juta Ton di 2025

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, lonjakan ini menunjukkan bahwa produk-produk asal China kembali membanjiri pasar domestik dalam skala yang lebih masif.

Selain itu, fenomena ini sebagai bagian dari pergeseran strategis yang dilakukan China akibat tekanan perang dagang dengan AS.

Yusuf mencatat, berdasarkan data TradeMap, selama 2015 hingga 2020, China secara konsisten mencatatkan surplus perdagangan terhadap Indonesia, meskipun nilainya sempat berfluktuasi.

Namun, terjadi pembalikan tren pada 2021 hingga 2023, di mana secara berturut-turut Indonesia mencatatkan surplus perdagangan terhadap China, yakni sebesar US$ 3,2 juta pada 2021, meningkat menjadi US$ 6,45 juta pada 2022, dan melebar hingga US$ 8,86 juta pada 2023.

Baca Juga: Impor Batubara China dari Indonesia Anjlok 20% pada April 2025, Ini Penyebabnya

Menurutnya, kondisi perdagangan tersebut merupakan fase yang relatif langka dan mencerminkan momentum positif dari sisi ekspor Indonesia, yang kemungkinan besar dipicu oleh lonjakan harga komoditas.

Namun, pencapaian ini tidak berlangsung lama. Pada 2024, neraca kembali defisit akibat meningkatnya nilai impor dari China.

“Pada 2024, posisi kembali berbalik, China kembali mencatatkan surplus perdagangan terhadap Indonesia sebesar US$ 5,57 miliar, menandakan bahwa dominasi ekspor China mulai pulih,” tutur Yusuf kepada Kontan, Minggu (15/6).

Meski demikian, bila melihat Satu Data oleh Kementerian Perdagangan, sepanjang 2020 hingga 2022 Indonesia mencatatkan defisit dengan China, masing-masing pada 2020 dengan defisit sebesar US$ 7,85 miliar, 2021 US$ 2,46 miliar, dan pada 2022 US$ 1,8 miliar.

Akan tetapi, pada 2023 Indonesia berhasil mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan China yakni mencapai US4 2,05 miliar. Namun, surplus tersebut tak bertahan lama, lantaran pada 2024 Indonesia kembali mencatatkan defisit neraca perdagangan dengan China yakni mencapai US$ 10,29 miliar.

Lebih lanjut, Yusuf juga menyoroti ketimpangan struktural dalam daya saing industri kedua negara yang menjadi akar dari tren defisit ini. Menurutnya, dominasi ekspor China tidak hanya disebabkan oleh skala dan efisiensi produksi, tetapi juga dukungan masif terhadap sektor riset, teknologi, dan logistik.

“China memiliki keunggulan kompetitif yang kuat, tidak hanya karena skala produksi dan efisiensi biaya, tetapi juga karena dukungan penuh dari pemerintahnya dalam bentuk investasi besar-besaran pada riset dan pengembangan (R&D), teknologi industri, dan infrastruktur logistik,” ungkapnya.

Sebaliknya, Indonesia masih bergantung pada ekspor berbasis komoditas yang rentan terhadap fluktuasi harga global. Ketergantungan terhadap barang modal dan barang antara dari China juga memperlemah struktur industri nasional, memperbesar potensi defisit perdagangan jangka panjang.

Melihat perkembangan perdagangan Indonesia dengan China ini, menurutnya menjadi sinyal bahwa struktur perdagangan kita masih belum kuat. Ia menambahkan, tanpa intervensi kebijakan yang konkret, baik dalam bentuk penguatan sektor manufaktur, investasi dalam litbang, hingga proteksi selektif untuk industri strategis, defisit perdagangan dengan China sangat mungkin kembali membesar dalam waktu dekat.

Selanjutnya: Libur Panjang Dongkrak Kinerja Asuransi Perjalanan

Menarik Dibaca: TikTok Beauty Fest Kembangkan Sektor Kecantikan Makin Berkilau

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×