kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Infrastruktur tertinggal, masyarakat menderita


Selasa, 19 Desember 2017 / 18:40 WIB
Infrastruktur tertinggal, masyarakat menderita


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keuntungan yang didapat Indonesia dari tingginya urbanisasi, kalah tinggi dibanding China dan India. Penyebabnya utamanya, adanya gap infrastruktur sehingga masyarakat desa yang pindah ke kota tidak bisa menikmati fasilitas yang sama dengan masyarakat kaya di kota.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, membuat proses urbanisasi efisien, inklusif, dan berkelanjutan menjadi tantangan utama untuk meningkatkan dampak urbanisasi terhadap ekonomi nasional. Untuk mendukung hal itu, pembangunan infrastruktur dinilai menjadi cara yang efektif untuk mengatasi hal tersebut.

"Indonesia tertinggal dari segi infrastruktur makanya masyarakat menderita. Maka pemerintah Indonesia fokus bagaimana meningkatkan infrastruktur terutama transportasi umum," kata Sri Mulyani di Hotel Shang Ri La, Selasa (19/12).

Sri Mulyani juga melanjutkan, ketersediaan transportasi umum sangat penting dan kritis, bukan hanya untuk ekonomi tetapi juga masyarakat. Dengan begitu, pergerakan masyarakat bisa efisien dengan biaya yang sangat ekonomis. Hal itu akan menurunkan dampak sosial dari urbanisasi.

Selain itu, kesatuan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah juga perlu ditingkatkan. "Kami harus menurunkan ketidaksetaraan antar daerah. Sekarang ini Indonesia terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera, pulau lain belum dibangun seperti Jawa, yaitu Kalimantan yang jumlah penduduknya juga kecil," tuturnya.

Tak hanya itu, pemerintah juga meningkatkan transfer ke daerah dan dana desa dan meningkatkan realisasinya untuk belanja produktif.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, di tahun 2050 nanti 75% populasi dunia tinggal di kota. Oleh karena itu kota harus dibuat inklusif, layak, dan berkelanjutan.

Ia melanjutkan, populasi di Tokyo mencapai 10-15 juta. Sementara di Jakarta 28 juta populasi. Meski demikian, waktu tempuh transportasi di Tokyo lebih tepat dibanding di Jakarta. Tak hanya itu, rumah tangga yang akses terhadap saluran air di Tokyo mencapai 100%. Sementara di Indonesia hanya 40%.

"Tidak hanya di Indonesia, di negara lain mereka pindah ke kota mau bahagia. Harapan saya ke depan, kita harus membuat Jakarta, Bogor, dan Bandung sebagai tempat yang lebih baik untuk orang-orang tinggal," kata Rodrigo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×