kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hasil survei SAP: 40% bisnis di Asia Tenggara wait and see hadapi Covid-19


Selasa, 28 Juli 2020 / 17:33 WIB
Hasil survei SAP: 40% bisnis di Asia Tenggara wait and see hadapi Covid-19
President & Managing Director, SAP South East Asia Rachel Barger


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. SAP SE (NYSE: SAP) merilis hasil survei terhadap 4.500 pemimpin bisnis di Asia Tenggara terkait dampak Covid-19 terhadap bisnis di seluruh kawasan, termasuk kekhawatiran mengenai prospek bisnis jangka panjang.

Dari hasil survei SAP ini terungkap bahwa 40% dari bisnis yang disurvei masih mengadopsi pendekatan wait and see dalam menanggapi pandemi.

Dalam konteks yang lebih luas, hal ini akan membantu negara-negara di Asia Tenggara mempertahankan statusnya sebagai salah satu pasar dengan pertumbuhan tercepat di dunia yang mendukung konsumen dan bisnis.

Era digital berkembang menjadi era cerdas dimana bisnis menghadapi tantangan baru di tengah gangguan digital dan aturan main yang baru. Perusahaan-perusahaan yang menang adalah mereka yang bertransformasi melalui inovasi, terlebih lagi di era disrupsi digital saat ini diperparah oleh pandemi Covid-19.

Baca Juga: E-commerce Menjanjikan, PT Satria Antaran Prima Tbk Incar Pendapatan Rp 504 Miliar

President dan Managing Director, SAP South East Asia, Rachel Barger, mengatakan, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan ekonomi dunia mengalami periode ‘reset’ untuk ‘rebound’.

"Waktu untuk bersaing sudah dimulai kembali, dan negara-negara yang bergerak cepat sekarang ini akan menjadi yang terdepan, sementara yang lain tertinggal,” kata Rachel dalam keterangan tertulis, Selasa (28/7).

Ia melanjutkan, bagi negara dan perusahaan yang cepat puas dengan tindakan wait and see, mereka akan tertinggal dan bahkan menjadi tidak relevan.

“Ketika bisnis mengkalibrasi ulang strategi jangka panjang mereka, sangat penting untuk menjadi realistis dan tidak banyak berharap. Dalam realitas baru, intelligent enterprise mampu untuk do more with less, memberikan customer experience yang terbaik, membangun rantai pasok yang tangguh, sambil menciptakan model bisnis dan sumber pendapatan yang baru," ungkapnya.

Saat ini, bisnis berada dalam masa transisi menuju the new normal, dimana perkantoran dan pabrik serta akses ke tempat-tempat publik mulai dibuka secara bertahap.

Untuk dapat bertahan dan beradaptasi di masa-masa krisis seperti sekarang ini, teknologi memiliki peranan penting bagi perusahaan-perusahaan. SAP berpengalaman di lebih dari 25 sektor industri dalam membantu para perusahaan pelanggan SAP untuk menghadapi berbagai macam tantangan di industrinya masing-masing.

Baca Juga: Satria Antaran Prima (SAPX) bidik pendapatan Rp 504,17 miliar hingga tutup tahun

Managing Director SAP Indonesia, Andreas Diantoro, menambhkan bahwa saat ini kita sedang berada dalam masa transisi menuju the new normal, dimana perlahan lahan bisnis seperti perkantoran dan pabrik serta akses ke tempat tempat publik mulai dibuka secara bertahap.

Namun, lanjutnya,  kita juga disadarkan betapa pentingnya resiliensi bagi bisnis kita untuk bisa bertahan. "Dapat kita lihat sendiri, di saat disrupsi terjadi akibat covid 19, perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan digital platform, dan resource planning yang mampu bertahan dan mampu melakukan penyesuaian pada bisnisnya dengan lebih baik," kata Andreas Diantoro,.

Andreas melanjutkan, hal ini didukung oleh beberapa kemampuan yang SAP, dimana pihaknya dapat menyiapkan perusahaan menjadi sebuah intelligent enterprise dimulai dengan S/4HANA untuk back office maupun SAP Customer Experience untuk front office.

"SAP juga memiliki portfolio solusi digital supply chain yang lengkap untuk berbagai macam industri, serta memiliki solusi cloud seperti Ariba dan Concur untuk procurement, dan juga solusi untuk intelligent spend management,” tambah dia.

Dampak terhadap Asia Tenggara

Menurut survei ini,  63% pemimpin bisnis regional yang disurvei telah melihat perubahan dalam perilaku dan motivasi pembelian pelanggan sejak awal tahun 2020, meskipun 21% bisnis tidak yakin atau tidak memiliki cukup wawasan tentang perubahan kebutuhan para pelanggannya.

Di tengah-tengah perubahan ini, organisasi-organisasi masih bergerak secara konservatif terkait transformasi digital mereka, dengan mengadopsi sikap protektif dengan pandangan bahwa gangguan dari COVID-19 akan berlalu pada waktunya.

Walaupun bisnis telah mengubah operasional mereka menuju ke arah e-commerce dan penjualan secara online, bisnis yang berskala lebih kecil masih khawatir dengan biaya implementasi platform digital dan operasional untuk memenuhi permintaan yang mendadak.  Sekitar 20% bisnis memperkirakan kebutuhan untuk menyesuaikan strategi customer experience mereka untuk memenuhi harapan dan juga kebutuhan pelanggan yang berkembang di seluruh platform.

Baca Juga: Sampai Mei 2020, transaksi cash management BRI tumbuh 7,3%

Rantai pasok dan operasi juga merupakan aspek lain yang diperhatikan oleh bisnis, dengan 22% bisnis berharap adanya perubahan signifikan di masa depan. Bersamaan dengan perubahan pola konsumsi pelanggan, rantai pasok juga telah berubah ke pola ‘stop-go’ agar sejalan dengan protokol kesehatan.

Ketika bisnis sudah memahami realitas ekonomi yang baru di era post covid-19, kekhawatiran dan ketidakpastian akan prospek pertumbuhan dan kemampuan untuk bertahan dalam jangka panjang telah menjadi perhatian utama mereka. Lebih dari 80% pemimpin bisnis regional yang disurvei berharap ada dampak signifikan / masif untuk mengubah model atau operasional bisnis mereka, dengan hanya 1% mengharapkan "business-as-usual" dalam jangka panjang.

Dengan “business-as-usual” tidak lagi menjadi opsi, pemimpin bisnis regional menyesuaikan prioritas organisasi dengan berfokus pada transformasi bisnis (21%), meningkatkan keterlibatan pelanggan (15%), membuat proses bisnis menjadi lebih efisien (14%), memastikan kelangsungan bisnis (12%), dan ketahanan dan redefinisi rantai pasok (9%).

Baca Juga: Mengelola gangguan rantai pasok di masa Covid-19

Menurut Boston Consulting Group, perusahaan berkinerja tinggi yang sukses mengatasi krisis dan resesi ekonomi menunjukkan pola yang sama, yang menjadikan mereka sebagai pemenang pada saat dan setelah resesi. Perusahaan dengan kinerja baik yang berhasil meningkatkan posisi top-line dan bottom-line mereka mengadopsi pendekatan proaktif, memanfaatkan penurunan sebagai peluang untuk mendorong transformasi dalam skala besar seperti digitalisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×