Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana menjadikan dana desa sebagai jaminan kredit untuk koperasi desa Merah Putih menuai kritik keras dari para ekonom.
Mereka menilai kebijakan ini tidak hanya melanggar mandat Undang-Undang Desa, tapi juga membuka potensi krisis fiskal di tingkat desa.
Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, bahwa penggunaan dana desa harus tetap berada dalam koridor UU Desa dan sesuai dengan kebutuhan serta karakteristik masing-masing desa.
"Dana desa tidak boleh dijadikan jaminan program yang payung hukumnya pun tidak ada. Kebutuhan setiap desa itu berbeda, karakteristik ekonominya pun berbeda, tidak bisa disamakan kepentingan antara desa satu dengan desa lainnya," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Minggu (13/7).
Menurutnya, program Koperasi Merah Putih memiliki risiko gagal bayar yang tinggi. Jika dana desa dijadikan jaminan, maka beban gagal bayar akan ditanggung oleh masyarakat desa, bukan pemerintah pusat.
Baca Juga: Kepala Desa Tolak Dana Desa Jadi Penjamin Utang Kopdes Merah Putih
"Dana desa akan digunakan untuk menutup gagal bayar yang jumlahnya bisa triliunan per tahun. Bahkan puluhan triliun jika dijumlahkan dari tahun pertama hingga tenor kredit bank. Jadi ini bisa menimbulkan masalah baru," jelasnya.
Hal senada disampaikan oleh ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi.
Ia menilai, menjadikan dana desa sebagai jaminan utang koperasi bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran publik.
Menurutnya, mengalihfungsikan dana tersebut sebagai jaminan kredit berarti menempatkan anggaran pembangunan dalam risiko gagal bayar dari entitas bisnis koperasi yang belum tentu memiliki tata kelola yang kuat dan akuntabilitas yang jelas.
Jika koperasi gagal membayar kewajiban, kepala desa dan masyarakatlah yang menanggung beban, bukan kementerian atau lembaga pusat.
"Ini bukan hanya melanggar prinsip kehati-hatian fiskal, tetapi juga melemahkan mandat pembangunan desa secara langsung," kata Syafruddin.
Syafruddin menegaskan, langkah tersebut bisa menimbulkan bencana fiskal mikro yang sistemik, alih-alih memberdayakan ekonomi desa.
"Pemerintah perlu bertindak bijak dan memastikan garis pemisah antara keuangan publik dan risiko privat koperasi tetap tegas," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, dana desa berpotensi digunakan sebagai penjamin untuk mendorong bank dan lembaga keuangan lainnya menyalurkan pembiayaan kepada koperasi desa Merah Putih.
"Kalau ini adalah unit usaha yang punya aktivitas ekonomi keuangan yang bisa men-generate, menghasilkan pendapatan, teoretis ya dalam hal ini, maka dia bisa pinjam dari bank," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama DPD RI, belum lama ini.
Namun, Sri Mulyani mengakui bahwa perbankan tentu memiliki kekhawatiran, apalagi jika kapasitas desa dalam mengelola usaha masih minim.
Oleh karena itu, pihaknya mencoba mengkombinasikan agar dana desa dapat menjadi semacam penjamin.
"Kami di Kementerian Keuangan, melalui dana desa yang sekitar Rp 70 triliun per tahun, maka dia bisa menjadi semacam katalis maupun sebagai penjamin, sehingga kita harapkan tata kelola dari tingkat koperasi di desa tersebut, di satu sisi ada pemihakan sehingga bisa jalan, di sisi lain tidak menghilangkan kehati-hatian dari perbankan yang akan meminjamkan," jelasnya.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Dana Desa bisa Jadi Jaminan Pembiayaan Kopdes Merah Putih
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News