kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.902.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.450   0,00   0,00%
  • IDX 6.816   48,94   0,72%
  • KOMPAS100 985   6,24   0,64%
  • LQ45 763   1,83   0,24%
  • ISSI 216   1,39   0,64%
  • IDX30 397   1,52   0,38%
  • IDXHIDIV20 474   2,31   0,49%
  • IDX80 111   0,22   0,20%
  • IDXV30 115   -0,82   -0,71%
  • IDXQ30 130   0,67   0,52%

Ekonomi Indonesia Dinilai Sulit Tumbuh di Atas 5% pada 2025, Ini Penghambatnya


Minggu, 04 Mei 2025 / 17:46 WIB
Ekonomi Indonesia Dinilai Sulit Tumbuh di Atas 5% pada 2025, Ini Penghambatnya
ILUSTRASI. Neraca Perdagangan Surplus, Aktivitas bongkar muat Peti Kemas di pelabuhan Jakarta International Countainer Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (21/4/2025). Sejumlah indikator perekonomian mengindikasikan sinyal mengkhawatirkan bahwa perekonomian Indonesia bakal sulit mencapai pertumbuhan 5%.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sejumlah indikator perekonomian mengindikasikan sinyal mengkhawatirkan bahwa perekonomian Indonesia bakal sulit mencapai pertumbuhan 5% pada tahun 2025.  

Teuku Riefky, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI dalam laporannya Indonesia Economic Outlook Q2-2025 menyampaikan, performa ekonomi Indonesia sejak tahun 2024 sudah mengindikasikan pelemahan, dan berlanjut di triwulan I-2025.

Hal ini terlihat dari mesin pertumbuhan struktural ekonomi Indonesia, dimana terjadinya penurunan daya beli, menyusutnya jumlah kelas menengah, dan melemahnya produktivitas sektoral secara persisten. 

Baca Juga: Bank Indonesia Perkirakan Ekonomi Indonesia Tahun Ini Tumbuh di Kisaran 4,7%-5,5%

Di masa lampu, perekonomian Indonesia masih bisa mengandalkan faktor musiman seperti libur Idulfitri, Natal dan tahun baru. Namun faktor musiman ini juga semakin melemah, terlihat dari mengecilnya pengeluaran untuk kebutuhan tersier seperti pergi berlibur atau berwisata. 

Himpitan Konsumsi Kelas Menengah

Laporan ini juga menyoroti tekanan yang dialami kelompok masyarakat kelas menengah yang proporsi penduduknya 60% yang terus terhimpit dari sisi porsi konsumsi, yakni turun dari 49,80% menjadi 47,50% selama tiga dekade terakhir (1993-2023).

Sebaliknya pertumbuhan konsumsi cenderung lebih menguntungkan kelompok berpendapatan tinggi yang hanya 20% dari total kelompok masyarakat.

Tren penurunan konsumsi yang dialami 60% kelas menengah Indonesia ini merupakan efek dari krisis besar, salah satunya pandemi Covid-19 pada tahun 2020-2022.

Sejak pandemi Covid-19, momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia terus tergerus, dimana proporsi penduduk miskin naik dari 9,4% pada 2019 menjadi 10,1% pada 2021. 

Baca Juga: Ekonom Ini Perkirakan Ekonomi Indonesia 2025 Hanya Tumbuh 4,6% - 4,8%

Kelompok rentan dan calon kelas menengah juga sedikit meningkat, masing-masing dari 21,3% ke 21,5% dan 47,8% ke 48,2%. Sebaliknya kelas menengah terus turun dari puncaknya di 2018, turun menjadi 19,8% pada 2021. Kelas atas, di sisi lain, naik tipis dari 0,3% ke 0,4%.

Padahal, dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Konsumsi rumah tangga setidaknya menyumbang 52,52% dari total aktivitas ekonomi yang tumbuh sebesar 4,98% yoy pada Triwulan-IV 2024, angka ini sedikit meningkat dibandingkan 4,91% yoy pada Triwulan-III 2024.

Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih berada di bawah pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang mencapai 5,02% yoy pada Triwulan IV 2024.

Himpitan konsumsi kelas menengah juga terus berlanjut pada triwulan I-2025. Pengetatan fiskal dan konsumsi yang rendah turut membebani momentum. Alhasil momentum seperti Ramadan dan Idulfitri dinilai belum mampu signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini.

Di sisi lain, kebutuhan akan transformasi struktural semakin mendesak di tengah tantangan global yang kompleks, mulai dari konflik Israel–Palestina dan Ukraina yang berkepanjangan, ketidakpastian kebijakan terhadap potensi tarif AS di bawah pemerintahan Trump yang baru, hingga friksi perdagangan AS–Tiongkok yang diperbarui, yang semuanya meningkatkan volatilitas. 

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Diproyeksi Hanya Tumbuh 4,9% di Kuartal I-2025

"Lima tahun terakhir menunjukkan bahwa Indonesia mulai kehabisan sumber pertumbuhan. Model pertumbuhan yang ada memang mampu mencegah banyak orang jatuh kembali ke kemiskinan, namun belum cukup kuat untuk menghindarkan mereka dari kerentanan," ungkap Riefky dalam laporannya, Minggu (4/5).

Lebih jauh, ini bisa menandai berakhirnya dua dekade perbaikan kesejahteraan di era milenium ini. Dengan tren yang ada, fundamental ekonomi berbasis konsumsi di Indonesia mulai menunjukkan tanda tanda kemunduran.

Untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi pada 2025, pemerintah harus memulihkan kepercayaan konsumen dan merumuskan arah kebijakan yang jelas di tengah gejolak politik yang dipicu oleh tekanan publik dan kegagalan komunikasi.

Tanpa reformasi struktural yang substantif, pertumbuhan berisiko tetap di bawah potensi. 

Tingkat Pengangguran Tajam

Laporan ini juga menyoroti tentang tekanan ekonomi yang berdampak pada meningkatnya pengangguran serta pergeseran dalam pasar tenaga kerja. 

Pada krisis masa pandemi COVID-19 tingkat pengangguran di Indonesia meningkat dari 5,23% pada tahun 2019 menjadi 7,07% pada tahun 2020. Peningkatan langsung ini diikuti oleh efek jangka panjang.

Tren kenaikan ini, meskipun diperburuk oleh krisis, juga mencerminkan perubahan yang lebih luas dalam kebijakan pasar tenaga kerja dan definisi pengangguran yang terus berkembang. 

Baca Juga: Ada Momen Ramadan dan Lebaran, Ekonomi Indonesia Diproyeksi Tumbuh 5,1% di Kuartal I

"Dalam konteks saat ini, tingkat pengangguran untuk lulusan perguruan tinggi meningkat secara signifikan, mencerminkan tren yang diamati pada krisis ekonomi di masa lalu," jelas Riefky dalam laporannya.

Sementara sebaliknya, tingkat pengangguran dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah menunjukkan tren yang menurun. Pergeseran ini menunjukkan bahwa pada krisis-krisis sebelumnya, individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi menghadapi lebih banyak tantangan dalam mendapatkan pekerjaan. 

Selain itu, pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 18.000 pekerja selama dua bulan pertama tahun 2025 menyoroti kerentanan pasar tenaga kerja dalam menghadapi tantangan ekonomi yang sedang berlangsung. 

Data ketenagakerjaan juga menunjukkan kurangnya kemajuan substansial dalam penciptaan lapangan kerja bernilai tambah tinggi dalam perekonomian.

Dalam hal ini lapangan kerja di sektor pertanian terus menurun, sementara sektor jasa, terutama di jasa dengan nilai tambah yang rendah, mengalami pertumbuhan. 

Alhasil, proporsi pekerja informal meningkat dari 55,88% pada 2019, terendah sejak 1986, menjadi 60,47% pada 2020. Meskipun secara bertahap menurun, angka ini tetap berada di 57,95% pada tahun 2024 yang mengindikasikan bahwa lapangan kerja informal belum kembali ke tingkat sebelum pandemi. 

Baca Juga: Minim Faktor Penggerak, Laju Ekonomi Indonesia Cenderung Melambat

"Proporsi pekerja informal di Indonesia masih relatif tinggi, sehingga menimbulkan kekhawatiran karena dapat memperparah tantangan ekonomi di masa depan," jelas Riefky dalam laporannya.

Sejalan dengan itu pertumbuhan produktivitas juga menunjukkan tren penurunan selama tiga tahun terakhir. Pertumbuhan produktivitas mencapai 2,00% pada tahun 2022, menurun menjadi 1,63% pada tahun 2023, dan selanjutnya menjadi 1,55% pada tahun 2024.

"Pertumbuhan produktivitas di Indonesia akan menghadapi tantangan yang berkelanjutan tanpa adanya reformasi struktural yang lebih kuat," terang Riefky.

Selain itu, Indonesia juga harus memperhatikan tren jangka panjang, karena produktivitas tenaga kerja telah mengalami penurunan selama dua dekade terakhir. Jika tren ini terus berlanjut, periode bonus demografi yang semakin dekat dapat menghadapi hambatan yang signifikan. 

Selanjutnya: Hingga Maret 2025, Nilai Hapus Tagih Kredit UMKM Bank Mandiri Capai Rp 96,92 Miliar

Menarik Dibaca: 10 Jus Buah untuk Penderita Asam Lambung yang Aman Dikonsumsi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×