Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk. melihat kinerja perekonomian Indonesia tahun 2019 masih menunjukkan perkembangan positif. Sampai dengan kuartal III 2019, ekonomi Indonesia mampu tumbuh pada kisaran 5% meskipun ekonomi dunia tumbuh melambat akibat dampak ketidakpastian global terkait perang dagang AS-China dan gejolak geopolitik di berbagai wilayah, seperti Brexit, Hongkong, Semenanjung Korea dan Timur Tengah.
Perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,02% (yoy) pada kuartal III 2019, cenderung melemah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal III 2018 yang sebesar 5,17% (yoy). Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara emerging market besar lainnya, ekonomi Indonesia terbilang cukup memuaskan.
Baca Juga: Kredit sindikasi masih ramai menjelang tutup tahun ini
Pada periode yang sama, ekonomi Tiongkok melambat dari 6,5% (yoy) menjadi 6% (yoy), dan ekonomi India merosot tajam dari 7% (yoy) menjadi 4,55% (yoy).
Ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga tahun ini masih ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga (RT) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), sekitar 88% dari PDB. Konsumsi RT tumbuh stabil 5,01% (yoy) pada kuartal III 2019, mengindikasikan daya beli terjaga. Sementara itu, pertumbuhan Konsumsi Pemerintah melemah menjadi 0,98% (yoy) dikarenakan sebagian besar realisasi belanja bantuan sosial telah di-front load ke 1H19.
Pertumbuhan PMTB melemah menjadi 4,21% (yoy) seiring dengan melambatnya pertumbuhan penanaman modal. Hal tersebut disebabkan aksi wait and see investor di tahun politik, serta meningkatnya ketidakpastian perang dagang yang menurunkan volume perdagangan dunia sehingga mengganggu iklim investasi.
Ekspor melemah menjadi 0,02% (yoy). Pelemahan ekspor terkompensasi oleh berbagai upaya pemerintah dalam menahan laju impor.
Baca Juga: Butuh pendanaan Rp 4 triliun, CNAF andalkan joint financing dengan induk perusahaan
Pertumbuhan impor mengalami kontraksi cukup dalam, atau turun 8,61% (yoy). "Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 masih mencapai 5%, didorong beberapa faktor musiman di kuartal IV 2019," ujar Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro di Jakarta, Kamis (19/12).
Beberapa faktor yang dimaksud diantaranya adalah menguatnya Konsumsi Rumah Tangga akibat perayaan Natal dan Tahun Baru, dan meningkatnya realisasi Belanja Pemerintah pada akhir kuartal setiap tahunnya.
Sementara itu, harga-harga komoditas utama seperti, batu bara, minyak kelapa sawit, minyak mentah, karet dan nikel masih pada tingkat moderat, sehingga daya dorong sektor komoditas terhadap pertumbuhan ekonomi relatif masih lemah.
Selain itu, ekonom Bank Mandiri menambahkan stabilitas ekonomi nasional relatif terjaga ditunjukkan inflasi yang berhasil dijaga pada rentang target Bank Indonesia (BI).
Kurs Rupiah juga relatif stabil pada Rp 14.100 – 14.200 per USD. Inflasi Nov-19 tercatat 3% (yoy), cenderung stabil dan berada pada rentang target inflasi tahun ini sebesar 3,5±1%. Capaian tersebut disebabkan oleh terkendalinya inflasi komponen bergejolak seiring terjaganya produktivitas dan persediaan stok bahan pangan.
Pengendalian inflasi juga terkait dengan komitmen pemerintah dalam menjaga inflasi komponen harga diatur pemerintah, seperti bahan bakar dan energi. Selain itu, peran aktif pemerintah dan BI dalam berkoordinasi dengan pemerintah daerah juga semakin membaik.
Baca Juga: Rupiah telah menguat 2,9% hingga Desember 2019, bagaimana prospeknya tahun depan?
Secara year-to-date (ytd) November 2019, inflasi dilaporkan sebesar 2,37%. Pihaknya memperkirakan inflasi akan stabil pada kisaran 3% di akhir tahun ini, atau di bawah proyeksi sebelumnya 3,41%. Nilai tukar Rupiah per dolar AS ditutup menguat 0,09% pada 17 Desember 2019 ke posisi Rp 13.997 per dolar AS, terapresiasi 2,7% (ytd).
Penguatan didukung oleh optimisme investor terkait fundamental ekonomi Indonesia yang terjaga, serta perkembangan perundingan perang dagang AS–Tiongkok yang menunjukkan titik terang, sehingga memberikan katalis positif bagi pasar keuangan domestik.
IHSG pada 17 Desember 19 kemarin ditutup menguat 0,53% menjadi 6.244,4, dan imbal hasil SBN tenor 10 tahun naik 7 bps menjadi 7,35% secara ytd. Tim Ekonom Bank Mandiri memperkirakan nilai tukar Rupiah akan berada pada kisaran Rp 14.248 di akhir 2019.
"Penguatan nilai tukar Rupiah ditunjang oleh defisit neraca transaksi berjalan (CAD) terhadap PDB yang mengalami penurunan dan peningkatan aliran modal masuk bersih pada investasi langsung dan portofolio. Kondisi ini menopang sektor eksternal Indonesia sehingga stabilitas nilai tukar Rupiah terus terjaga. Kami melihat faktor-faktor tersebut mampu mendukung momentum pertumbuhan Indonesia tahun 2019," sambungnya.
Baca Juga: Realisasi belanja negara baru 83% dari pagu APBN hingga November 2019
Suku bunga acuan BI, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR), sampai dengan Desember 2019 tercatat turun 4 kali secara berturut-turut dari Juli-Oktober 2019, atau turun 100 bps menjadi 5%. Pelonggaran kebijakan moneter diambil sebagai langkah mendorong momentum pertumbuhan domestik di tengah perlambatan ekonomi dunia.
Pihaknya melihat masih ada ruang bagi BI untuk melanjutkan kebijakan moneter akomodatif dengan memangkas BI7DRRR sebesar 25 bps menjadi 4,75% di tahun depan.
Terdapat 3 faktor yang menentukan pergerakan BI-7DRRR, yakni inflasi, pergerakan suku bunga acuan AS, dan CAD. Sampai dengan November 2019 tingkat inflasi domestik masih stabil dan terjaga. Hasil pertemuan FOMC di tahun 2019 mengindikasikan the Fed akan menahan FFR di tahun setelah memotong FFR sebesar 75 bps menjadi 1,75% di tahun ini.
Arah kebijakan The Fed yang dovish tersebut memberikan dampak positif bagi pasar keuangan global, terlihat dari aliran modal asing yang kembali masuk ke Indonesia. Sampai dengan pertengahan Desember 2019, tercatat terjadi aliran modal masuk bersih sebesar Rp.42,7 triliun di pasar saham dan Rp.174 triliun di pasar SBN.
Baca Juga: Penerimaan Bea Cukai tahun 2019 diprediksi melampaui target
Terakhir, CAD menyusut dari 2,93% dari PDB di 2018 menjadi 2,7% dari PDB di di September 2019. Seiring relatifnya membaiknya neraca perdagangan jika dibandingkan dengan posisi tahun lalu. Kami memprakirakan CAD full-year 2019 akan sekitar 2,6% terhadap PDB. Perkembangan Sektor Perbankan. Berbagai indikator perbankan masih cukup solid sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terjaga.
Rasio kecukupan modal (CAR) tercatat cukup tinggi sebesar 23,3% pada September 2019, lebih tinggi dibandingkan akhir 2018 sebesar 23%. Kinerja laba bank-bank besar sepanjang 2019 juga masih cukup baik di tengah besarnya tantangan yang dihadapi saat ini. Bank-bank besar dalam negeri pada 9M19 masih mencatatkan kinerja yang cukup baik.
Empat bank besar (Bank Mandiri, BRI, BCA, dan BNI) pada kuartal III 2019 mencatatkan rata-rata pertumbuhan laba bersih sebesar 9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kinerja kuartal II 2019 sebesar 3,9% (yoy).
Beberapa faktor yang menopang kinerja adalah ekspansi bisnis yang masih cukup baik, kualitas aset yang terjaga, stabilnya pertumbuhan pendapatan operasional, serta perbaikan efisiensi kegiatan operasional perbankan.
"Kami cukup optimis profitabilitas perbankan akan membaik pada 2020. Hal ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, serta terjaganya berbagai indikator ekonomi makro. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan kredit," kata Andry.
Baca Juga: OJK bakal mengizinkan agen laku pandai bank berjualan reksadana
Selain itu, penurunan suku bunga juga akan memperbesar selisih suku bunga kredit dan DPK, sehingga net interest margin (NIM) juga akan meningkat. Bank-bank harus lebih jeli melihat potensi sumber-sumber pertumbuhan kredit baru yang memiliki prospek yang baik, terutama sektor-sektor yang berorientasi domestik, seperti FMCG, layanan kesehatan dan sektor-sektor yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur," jelasnya.
Di sisi lain, bank juga harus menerapkan fungsi manajemen risiko yang baik untuk menjaga kualitas aset sehingga NPL tetap terjaga, serta terus meningkatkan rasio kecukupan modal untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global.
Dus, ekonom Bank Mandiri memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2020 akan tumbuh sebesar 5,14% ditopang oleh pertumbuhan konsumsi RT yang terjaga dan pertumbuhan PMTB yang membaik seiring dengan berakhirnya tahun politik dan telah dirumuskannya paket kebijakan terkait peningkatan daya saing dan iklim investasi domestik, seperti Undang-undang Omnibus Law.
Baca Juga: BI targetkan pertumbuhan kredit 10%-12% pada 2020
Perang dagang AS–Tiongkok yang berdampak pada penurunan harga komoditas masih menjadi faktor risiko bagi ekonomi Indonesia tahun 2020. Alhasil, diperkirakan inflasi akan mencapai 3,54% pada 2020 akibat penyesuaian beberapa harga yang diatur pemerintah.
Nilai tukar Rupiah akan sedikit terdepresiasi menjadi Rp 14.296 per dolar AS di akhir 2020, seiring dengan sedikit melebarnya CAD menjadi 2,88% dari PDB akibat meningkatnya aktivitas kegiatan ekonomi pada sektor riil dan.
Faktor positif yang dapat menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di 2020 adalah dampak transmisi kebijakan moneter, seperti penurunan suku bunga acuan dan kenaikan LTV, diharapkan akan mulai terlihat pada 2020.
Selain itu, kebijakan fiskal semakin efektif melalui peningkatan kualitas belanja sehingga memiliki dampak multiplier effect yang tinggi juga dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Tutupi bolong penerimaan pajak, pemerintah andalkan pajak karyawan dan pajak badan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News