Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman RI akan memanggil pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) terkait dugaan maladministrasi penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatima menjelaskan, pemanggilan ini dalam rangka pemeriksaan untuk memverifikasi temuan ombudsman terkait penerbitan RIPH dan wajib tanam bawang putih.
"Besok (17/1) kami akan melakukan pemeriksaan terhadap dua pihak, yaitu Sekretaris Ditjen Hortikultura dan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura selaku pihak yang melakukan verifikasi dan validasi persyaratan permohonan RIPH," kata Yeka dalam Konferensi Pers di Kantornya, Selasa (16/1)
Kemudian, Ombudsman juga akan memanggil Direktur Perlindungan Hortikultura, Ditjen Hortikultura pada hari selanjutnya, Kamis (18/1). Pejabat ini disebut merupakan yang bertanggung jawab melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hortikultura.
Baca Juga: Ombudsman Endus Ada Pungutan Liar Dalam Penerbitan RIPH Bawang Putih
Yeka mengatakan pihaknya menemukan adanya dugaan pungutan liar dalam proses penerbitan RIPH yang dilakukan Kementan.
Berdasarkan laporan yang Ombudsman peroleh, pelaku usaha dibebankan pungutan ilegal sebesar Rp 200-250/kg dari besaran RIPH yang ingin diterbitkan.
"Kalau RIPH-nya misalnya mendapatkan kuota 6.000 kg dan Surat Persetujuan Impor (SPI) 1.000 kg, tetap pungutanya ke 6.000 kg sesuai RIPH," jelas Yeka.
Alhasil, jual beli kuota dalam penerbutan RIPH ini membuat penerbitan RIPH bawang putih melebihi rencana impor bawang putih yang ditetapkan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) tingkat Menko.
Misalnya saja, pada tahun 2023 pemerintah menetapkan kebutuhan impor bawang putih sebanyak 560.000 ton, namun RIPH yang diterbitkan jauh melebihi kuota yaitu 1,2 juta ton sepanjang tahun 2023.
"Ya memang tidak harus sama tapi kalau jumlah seperti itu pasti akan mengakibatkan permasalahan, rebutan SPI dan pelaku usaha merugi," kata Yeka.
Selain itu, Yeka juga menanggap Kementan abai dalam proses pengawasan realiasi wajib tanam bagi importir yang mendapatkan RIPH.
Berdasarkan temuan Ombudsman, realiasi wajib tanam tanam bawang putih kerap tidak dijalankan oleh importir.
Bahkan, Ombudsman menemukan modus pengelabuhan wajib tanam dengan membuat perusahaan baru yang dilakukan oleh importir. Hal ini dilakukan agar para importir dapat tetap melakukan impor bawang putih.
"Mestinya pemerintah waspada pada perusahaan baru karena besar kemungkinan patut diduga mereka merupakan pelaku usaha yang enggan melakukan wajib tanam, agar tetap bisa impor," jelas Yeka.
Baca Juga: Temuan Ombudsman: Banyak Importir Bawang Putih Tidak Jalankan Wajib Tanam
Sebelumnya, polemik impor bawang putih ini sudah terjadi sejak tahun lalu. Saat itu permasalahanya terkait Surat Perizinan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang sulit didapatkan oleh importir.
Hanya saja, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan membantah karut marut impor ini disebabkan oleh instansi yang dipimpinya.
Menurut pria yang akrab disapa Zulhas itu rekomendasi impor bawang putih dari Kementerian Pertanian terlalu banyak. Padahal, kuota impor bawang putih hanya 561.900 ton.
"Masalah bukan di Kemendag Pak (impor bawang putih). Yang masalah yang memberikan RIPH-nya kebanyakan yaitu 1,4 juta, padahal kuota nya 570.000 ton," kata Zulhas dalam rapat dengan Komisi VI DPR, Jakarta Pusat, Senin (27/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News