Sumber: TribunNews.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. - Setelah Hanura memastikan bergabung dengan koalisi PDIP-Nasdem dan PKB, kini giliran PKS yang akhirnya berlabuh ke poros Gerindra - PAN dan PPP.
Sementara Demokrat dan Golkar sampai berita ini diturunkan masih "galau" dengan arah koalisi yang dipilih dan masih harus menunggu gelaran rapat pimpinan nasional (rapimnas).
Jika Jokowi masih merahasiakan nama cawapresnya, Prabowo yang sempat menggadang-gadang nama Hatta Rajasa sebagai kandidat RI-2 tetapi akhirnya dipendam lagi.
Duet Prabowo-Hatta Rajasa (Prahara) diprotes oleh mitra koalisinya, beberapa kader PPP dan PKS karena tidak dibicarakan bersama terlebih dahulu.
Bahkan Ketua Dewan Syuro PPP KH Noer Iskandar malah sempat menyebut jika Prahara (Prabowo - Hatta) yang dimajukan maka akan banyak warga PPP yang kabur memilih Jokowi.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menyebut koalisi transaksional yang dibangun Gerindra memang rawan dari rongrongan politik.
Lihat saja, katanya, proses perjalanan panjang PPP dari dukungan prematur Surya Dharma Ali terhadap Prabowo saat kampanye pemilu legeslatif.
Perpecahan Emron Pangkapi-Romahurmuzi, islah hingga dukungan rapimnas terhadap pencapresan Prabowo semuanya mengandung aroma transaksional.
"Dukungan PPP terhadap Prabowo seperti turun naik, seiring dengan daya akomodatif yang diberikan Prabowo. Demikian juga PKS yang terkesan memaksakan tiga jagoan Pemiranya untuk bisa mendampingi Prabowo. Prabowo pasti akan bingung memilih Anies Matta, Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Surya Dharma Ali atau Hatta Rajasa," kata Ari Junaedi, Minggu (18/5).
Menurut pengajar program pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro (Undip) ini, ancaman mitra koalisi dalam gerbong Gerindra gampang muncul karena begitu banyaknya persyaratan-persyaratan koalisi yang diminta PPP dan PKS.
"Saya khawatir jika Prabowo misalnya menang di pilpres mendatang maka jalannya roda pemerintahan akan selalu tersandera dengan politik akomodatif dari mitra koalisinya," katanya.
"Tidak banyak yang bisa diharap jika arsitektur koalisi dibangun dengan praktek-praktek politik transasksional, semuanya sarat dengan kepentingan-kepentingan elit-elit. Rakyat hanya termakan politik kemasan yang bernama koalisi tetapi rapuh di dalamnya, " papar Ari Junaedi. (Rahmat Hidayat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News