Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Edy Can
JAKARTA. Ketua Komisi III DPR Benny K. Harman menyatakan, hukuman mati tidak efektif memangkas angka korupsi. Dia mencontohkan hukuman mati di China yang tidak pernah efektif menurunkan indeks korupsi di negara tersebut.
Begitu juga langkah represif yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya. Benny bilang, langkah represif tersebut tidak menjamin korupsi semakin menurun.
Karena itu, dia bilang, perlu disusun agenda pemberantasan korupsi yang sistemik agar pejabat negara takut melakukan korupsi. "Sebab itu, baik pemerintah ataupun DPR saat ini sedang menyusun dan mencari agenda baru untuk melakukan pemberantasan korupsi,” tegasnya, Selasa (29/3).
Benny mengemukakan ada tiga langkah efektif mencegah korupsi. Pertama, membangun sistem pengadaan barang dan jasa di lembaga pemerintah yang baru untuk mencegah korupsi.
Kedua, pengawasan terhadap pejabat di Indonesia. Ketiga, melakukan agenda pemberantasan korupsi sebagai gerakan sosial. “Tidak bisa pemberantasan korupsi hanya diandalkan kepada lemabaga seperti KPK,” ucap politisi Partai Demokrat ini.
Asal tahu saja, pemerintah dan DPR akan merevisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rencana ini ditentang sejumlah penggiat anti korupsi termasuk KPK.
Sebab, revisi tersebut memberikan hukuman yang lebih rendah bagi koruptor. Selain itu, revisi juga dianggap menjadi jalan untuk memangkas kewenangan KPK.
Benny sendiri membantah tudingan itu. "Itu kan belum selesai. Usulnya KPK itu apa? Busyro itu tidak tahu hukum," tandasnya.
Busyro Muqoddas adalah Ketua KPK. Dia mencurigai revisi undang-undang ini untuk melemahkan usaha-usaha pemberantasan korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News