Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pemerintah membantah revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertujuan melemahkan pemberantasan korupsi. Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, revisi tersebut sebaliknya bertjuan menguatkan upaya pemberantasan korupsi.
Patrialis balik menuding, orang yang mengatakan revisi tersebut untuk melemahkan pemberantasan korupsi karena belum membaca atau membaca sepotong konsep revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Bacalah dulu konsepnya sehingga bisa berkomentar komprehensif yang benar memperketat ruang korupsi," ujar Patrialis seusai rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (28/3).
Seperti yang diketahui, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai revisi undang-undang tersebut melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Lembaga swadaya masyarakat yang bergiat dalam pemberantasan korupsi ini mencatat ada sembilan poin yang dinilai melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Salah satunya mengenai hukuman bagi koruptor. Patrialis mengakui, jika hukuman mati bagi koruptor dihapus dalam revisi tersebut. "Tapi bukan berarti itu harga mati diratifikasi konvensi internasional," tambahnya.
Begitu pula dengan hukuman denda bagi kerugian negara dibawah Rp 25 juta. Menurutnya, koruptor yang terbukti melakukan korupsi dibawah Rp 25 juta akan dikenakan denda lebih besar.
Tapi, ia mengaku jika orang tersebut masih tetap melakukan penyelewangan dana sebesar Rp. 25 juta maka tidak akan diampuni. "Itu hanya untuk satu kali aja. Kalau dia mengulang jangan diampuni," tambahnya.
Menurut Patrialis, rencananya sekitar satu atau dua bulan lagi draft revisi undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Sekarang masih di Kemenhukham," tutupnya.d
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News