Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan pemberlakuan tarif efektif rata-rata pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang mulai berlaku 1 Januari 2024 tidak akan memunculkan potensi lebih bayar.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan, model pemotongan PPh 21 dengan menggunakan tarif efektif ini sebetulnya akan memudahkan baik si pemotong maupun yang dipotong PPh 21.
Ia bilang, pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif bulanan hanya dilakukan pada masa pajak Januari hingga November. Sementara pada Desember, PPh 21 dihitung ulang menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
"Apakah ini akan mengakibatkan restitusi? Insyallah tidak karena pemotongan menggunakan tarif efektif rata-rata ini digunakan untuk masa pajak Januari sampai November. Kemudian di masa Desembernya menggunakan model yang normal berdasarkan tarif yang berlaku secara umum," ujar Suryo dalam konferensi pers APBN Kita, belum lama ini.
Baca Juga: Ini Skema Baru Penghitungan PPh 21 untuk Artis Hingga Selebgram
Suryo menyebut, pemotongan pajak dengan tarif efektif PPh 21 ini akan memberikan kemudahan bagi wajib pajak. Selain itu, formulasinya juga sudah memperhitungkan besaran penghasilan, penghasilan tidak kena pajak (PTKP), periode penerima penghasilan, serta skemanya satuan ataupun borongan.
"Harapannya tidak terjadi restitusi dan apabila terdapat kurang bayar pun juga bukan sesuatu yang besar atau memberatkan wajib pajak yang bersangkutan," katanya.
Seperti yang diketahui, pemerintah resmi menerbitkan aturan yang menjadi dasar dalam penggunaan tarif efektif untuk penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 27 Desember 2023.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto mengatakan, perubahan formula penghitungan PPh Pasal 21 akan mempermudah pemberi kerja dalam melakukan penghitungan dan pemotongan pajak.
"Dengan metode penghitungan yang lebih sederhana, tentu akan menjadi semacam insentif bagi perusahaan," terang Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News