Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) menerbitkan aturan turunan untuk mendukung pelaksanaan akses informasi keuangan dalam bentuk Peraturan Dirjen Pajak Nomor 04 Tahun 2018.
Di dalamnya, pemerintah mengatur lebih lanjut teknis pendaftaran lembaga keuangan (LK) pelapor maupun non pelapor, serta tata cara pelaporan oleh LJK baik yang otomatis maupun atas permintaan Ditjen Pajak.
Namun, tak cukup sampai di situ, Ditjen Pajak akan membuat aturan untuk mengatur standard operating procedure (SOP). Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, aturan ini akan terbit dalam bentuk Surat Edaran (SE).
“Kami sedang formulasikan SOP-nya. Memang akan berbeda dengan data-data Instansi/Lembaga/Asosiasi/Pihak Lain (ILAP) yang lain, yakni yang ada dalam PP 31,” kata Hestu kepada KONTAN, Senin (12/2).
Hestu menjelaskan, data ILAP sendiri selama ini bisa langsung diturunkan oleh Kantor Pusat Ditjen Pajak ke Kanwil/KPP. Namun, untuk data keuangan terkait AEoI ini sendiri akan berbeda prosedurnya dengan yang sudah ada.
“Data AEOI ini, dalam rancangan kami, kami analisa dulu di pusat baik dengan cek ke SPT tahunan dan risk analysis, baru kami salurkan ke KPP dalam hal terdapat indikasi ketidakpatuhan,” ujarnya.
Ia menambahkan, paling tidak, hal ini yang akan dilakukan Ditjen Pajak di tahap awal untuk mengurangi keraguan masyarakat terkait keamanan dan kerahasiaan data. “Kami desain governance yang lebih baik untuk data keuangan ini,” ucap dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Herman Juwono menyatakan, Ditjen Pajak perlu membuat petunjuk teknis yang memuat bahwa semua data harus di-pool di kantor pusat dan tidak boleh didistribusikan secara otomatis ke Kanwil dan KPP. Sebab, apabila otomatis atau tidak disaring, akan sangat berisiko.
“Agar bisa disaring. Kalau ada penyalahgunaan jadi mudah terdeteksi. Jadi, tidak setiap Kanwil dan KPP punya kuasa atas semua data yang ada di pusat. Rentan betul itu,” kata Herman.
Dengan begitu, perlu ada request terlebih dahulu dari Kanwil maupun KPP atas data tersebut kepada kantor pusat agar menjamin adanya secrecy.
“Tidak boleh langsung turun ke bawah data itu. Buntutnya bisa ada pemerasan dan lebih buruknya lagi perampokan,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News