kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45845,50   -13,12   -1.53%
  • EMAS1.342.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cegah Crowding Out Effect, Kemenkeu Prioritaskan Penerbitan SBN Domestik


Senin, 10 Juni 2024 / 16:48 WIB
Cegah Crowding Out Effect, Kemenkeu Prioritaskan Penerbitan SBN Domestik
ILUSTRASI. Pialang saham mengamati pergerakan saham di MNC Sekuritas Jakarta, Kamis (1/10). Hindari Crowding Out Effect, Pemerintah Bakal Prioritaskan Penerbitan SBN Domestik


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan terus mengoptimalkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) domestik sebagai sumber pembiayaan utang pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Deni Ridwan, mengatakan bahwa strategi tersebut dilakukan untuk menghindari fenomena crowding out effect.

"Selama ini pemerintah kalau kita lihat dalam strategi pembiayaan APBN itu kita memprioritaskan penerbitan di dalam negeri. Jadi penerbitan di global itu sebagai complement sebagai pelengkap untuk kita bisa mencegah adanya crowding out effect," ujar Deni dalam Media Briefing di Jakarta, Senin (10/6).

Baca Juga: Banyak Peminat, Pemerintah Pertimbangkan Penerbitan Euro Bond

Deni menjelaskan, crowding out merupakan efek di mana pasar keuangan uangnya habis tersedot oleh pemerintah atau pihak publik sehingga private companynya sulit mendapatkan dana untuk kredit.

"Ini supaya kita mencegah crowding out effect kita melakukan juga kombinasi penerbitan di dalam negeri dan ada penerbitan di luar negeri," katanya.

Menurutnya, semakin kecil ketergantungan Indonesia terhadap pembiayaan dari global membuat Indonesia semakin independen dan sekaligus bisa mengurangi currency risk.

"Pada tahun 1997-1998 yang membuat ekonomi kita hancur karena terlalu tingginya utang dalam valas sehingga pergerakan rupiah dari Rp 12.000 ke Rp 15.000 ini banyak korporasi yang ngak bisa bayar utangnya hingga collapse (ambruk)," imbuh Deni.

Baca Juga: Realisasi Anggaran Kemenhub Mencapai Rp 13,7 Triliun Hingga Mei 2024

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mewaspadai fenomena crowding out effect akibat kondisi global yang bergejolak khususnya di tengah risiko higher for longer yang diperkirakan masih berlanjut.

Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan, koordinasi fiskal moneter akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan yield (imbal hasil) di tengah risiko higher for longer yang diperkirakan masih berlanjut.

"Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga sangat menyadari pentingnya untuk menghindari terjadinya crowding out effect," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (4/6).

Baca Juga: Siap-Siap! Utang Jatuh Tempo Pemerintahan Prabowo-Gibran Tembus Rp 3.748 Triliun

Menurutnya, menjaga keseimbangan antara pricing yang menarik bagi investor dengan cost of fund yang harus ditanggung APBN dan ekonomi secara luas juga menjadi prioritas dalam koordinasi tersebut.

Hal ini penting karena 14% investor pasar SBN merupakan investor global yang sensitif terhadap harga dan dapat memicu instabilitas atau outflow jika tidak di-manage dengan tepat.

"Sebagian besar investor SBN adalah investor dalam negeri. 14% investor SBN adalah investor global. Ini jauh menurun dari 10 tahun lalu di mana 40% investor SBN adalah investor global," katanya.

Baca Juga: Utang Jumbo Warisan Jokowi ke Pemerintah Baru Hasil Pemilu 2024

Meski demikian, Sri Mulyani menyebut, pasar SBN tetap dipengaruhi sentimen global dan kebijakan dari negara-negara maju. Hal ini dikarenakan relativitas suku bunga antara SBN Indonesia dengan SBN negara-negara maju menjadi faktor yang menentukan daya tarik investor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×