Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Penerapan tarif dagang oleh Amerika Serikat sebesar 19% ke Indonesia yang sudah berlaku sejak 7 Agustus 2025 dinilai belum langsung menekan sektor manufaktur Indonesia kedepannya.
Myrdal Gunarto, Global Markets Economist Maybank Indonesia mengungkapkan, dampaknya sangat bergantung pada arah perkembangan ekonomi global dalam beberapa bulan ke depan.
Di tengah kekhawatiran tersebut, sudah mulai ada tanda-tanda pemulihan manufaktur Indonesia yang terlihat dari Purchasing Manager's Index (PMI) yang naik pada Juni 2025 menjadi sekitar 49, dari sebelumnya 46 pada Mei. Meskipun masih berada di bawah ambang ekspansi (PMI>50), Myrdal menyebut ini sebagai sinyal perbaikan.
"Masih ada harapan untuk indeks manufaktur kita kembali ke level di atas 50," ujar Myrdal kepada Kontan, Jumat (8/8).
Baca Juga: Ekonom HSBC Ingatkan Indonesia Tak Tertinggal dari Vietnam & Malaysia dalam Tarik FDI
Menurutnya, sejumlah sektor manufaktur Indonesia tetap menunjukkan fundamental yang kuat, seperti besi dan baja, industri hilirisasi, makanan dan minuman, farmasi, serta obat-obatan tradisional. Kinerja positif dari sektor-sektor ini dinilai mampu mendorong sektor manufaktur nasional untuk tetap bertahan, bahkan berpotensi ekspansif.
“Kalau kondisi global membaik, ketidakpastian menurun, dan sudah ada certainty terkait dengan perkembangan permintaan aktivitas manufaktur global, saya rasa harusnya dampaknya justru positif juga sih buat industri manufaktur kita,”