Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID- JAKARTA. Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus bersiap menghadapi tantangan besar berupa pembayaran utang jatuh tempo yang menumpuk.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), total utang jatuh tempo dari tahun 2025 hingga 2029 mencapai Rp 3.748 triliun.
Rinciannya adalah Rp 800,33 triliun pada tahun 2025, Rp 803,19 triliun pada tahun 2026, Rp 802,61 triliun pada tahun 2027, Rp 719,81 triliun pada tahun 2028, dan Rp 622,3 triliun pada tahun 2029. Mayoritas utang tersebut berbentuk Surat Berharga Negara (SBN).
Baca Juga: Sri Mulyani Ingin Rating Kredit Indonesia Naik Jadi Single A, Tax Ratio Kuncinya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa risiko dari utang jatuh tempo yang tinggi pada tahun 2025 dapat diminimalisir jika kondisi ekonomi Indonesia membaik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap kredibel, dan situasi politik stabil.
"Sehingga jatuh tempo yang terlihat tinggi itu tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal, ekonomi, dan politik tetap sama," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Kamis (6/6).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa utang jatuh tempo yang tinggi pada tahun depan disebabkan oleh besarnya penarikan utang selama pandemi Covid-19.
"Pandemi Covid-19 waktu itu hampir membutuhkan Rp 1.000 triliun dana tambahan untuk belanja, sementara penerimaan negara turun 19% karena ekonomi berhenti," katanya.
Baca Juga: Utang Jatuh Tempo 2025 Tembus Rp 800 Triliun, Sri Mulyani Beri Penjelasan
Penarikan utang yang besar ini dilakukan melalui skema burden sharing dengan Bank Indonesia (BI).
"Burden sharing menggunakan Surat Utang Negara yang maturitasnya maksimal 7 tahun. Jadi, jika maksimum jatuh tempo dari pandemi adalah 7 tahun, maka konsentrasi utang ada di 3 tahun," jelas Sri Mulyani.
Hal ini menimbulkan persepsi bahwa utang menumpuk, padahal itu adalah biaya pandemi yang mayoritas diterbitkan melalui surat utang berdasarkan kesepakatan Komisi XI dengan BI.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie OFP, menyoroti besarnya utang jatuh tempo dalam lima tahun ke depan. "Jika dihitung, lima tahun ke depan jatuh tempo utangnya mencapai Rp 3.783 triliun," kata Dolfie.
Baca Juga: Punya Target Defisit APBN yang Berbeda dengan Sri Mulyani, Menteri PPN Dicecar DPR
Pemerintahan Prabowo-Gibran perlu strategi dan kebijakan yang tepat untuk mengelola pembayaran utang ini agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi dan pembangunan nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News