Reporter: Grace Olivia | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah resmi menerima Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019 (Unaudited) pada Jumat (27/3) lalu.
LKPP diserahkan pada Rapat Penyampaian dan Entry Meeting Pemeriksaan LKPP Tahun 2019 (Unaudited) yang diselenggarakan melalui video conference.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna yang juga memimpin rapat tersebut mengapresiasi pemerintah yang telah menyelesaikan dan menyampaikan LKPP Tahun 2019 (Unaudited) tepat waktu.
Baca Juga: Jokowi minta K/L dan Pemda realokasi anggaran ke penanganan corona
Selain itu, apresiasi juga diberikan kepada seluruh Menteri/Pimpinan lembaga yang telah menyampaikan Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL) Tahun 2019 (Unaudited) kepada Menteri Keuangan secara tepat waktu.
“Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan menggambarkan penyampaian pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semakin baik,” tutur Agung seperti dikutip dari keterangan resmi BPK.
Seperti diketahui, LKPP merupakan bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Pusat atas pelaksanaan APBN, yang merupakan konsolidasi dari 87 LKKL dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Dengan demikian kualitas pertanggungjawaban pelaksanaan APBN Pemerintah Pusat ditentukan oleh kesesuaian LKKL dan LKBUN dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Namun selain tepat waktu, Agung menyampaikan bahwa materi LKPP seharusnya juga telah memasukkan seluruh komponen penting yang disajikan dalam laporan keuangan, seperti hasil penilaian kembali barang milik negara (revaluasi aset). Menurutnya, masih ada kelemahan dalam penyajian LKPP yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah, di antaranya terkait dengan revaluasi aset tersebut.
Baca Juga: LKPP dorong lembaga perbaiki kualitas pengadaan barang dan jasa
Adapun dalam rangka memberikan informasi yang lebih utuh mengenai tata kelola keuangan negara, hasil pemeriksaan LKPP tahun ini juga akan dilengkapi dengan tambahan dua suplemen. Pertama, review atas desentralisasi fiskal (fiscal decentralization) untuk mengukur tingkat kemandirian fiskal daerah.
Kedua, review kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) untuk mengukur tingkat ketahanan dan keberlangsungan (going cocern) atas tata kelola fiskal.
Lebih lanjut, BPK akan membentuk kelompok kerja (pokja) untuk memantau proses pemeriksaan LKPP sejak perencanaan sampai dengan pelaporan. Pokja tersebut nantinya akan bekerja dengan pengarah dari Pimpinan BPK dan koordinasi dari Anggota II BPK/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara II Pius Lustrilanang.
Di tengah kondisi pandemik Covid-19 di Indonesia saat ini, BPK menerapkan kebijakan work from home (WFH), dan lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi dan media komunikasi (TIK) untuk mendukung proses pemeriksaan.
Meskipun baik Pemerintah maupun BPK, berupaya untuk melaksanakan agenda pemeriksaan sesuai jadwal, namun dengan kondisi saat ini, akan terdapat ruang untuk adanya perubahan dalam tenggat waktu pemeriksaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News