kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPJS Kesehatan tepis kabar mendulang laba dari kenaikan iuran


Minggu, 09 Agustus 2020 / 14:08 WIB
BPJS Kesehatan tepis kabar mendulang laba dari kenaikan iuran
ILUSTRASI. Petugas melayani salah seorang peserta penyandang disabilitas BPJS Kesehatan di kantor cabang BPJS Kesehatan Jakarta, Rabu (29/7) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan membukukan laba Rp369,06 miliar dari pengelolaan dana badan, berbalik


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menepis kabar bahwa BPJS Kesehatan mendulang keuntungan atau laba dengan adanya kenaikan iuran JKN-KIS.

Sistem Jaminan Sosial Kesehatan (SJSN) yang menjadi dasar BPJS Kesehatan dalam menjalankan Program JKN-KIS, ditekankan Iqbal berpegang pada prinsip nirlaba.

Lebih lanjut dijelaskan Iqbal, sebagai badan hukum publik, BPJS Kesehatan menganut prinsip nirlaba, dimana artinya, pengelolaan Program JKN-KIS oleh BPJS Kesehatan mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.

Baca Juga: Ini alasan BLT Rp 600.000 hanya bagi karyawan terdaftar BPJS Ketenagakerjaan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 40, BPJS Kesehatan mengelola dua jenis aset, yaitu aset Dana Jaminan Sosial (DJS) dan aset Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS Kesehatan wajib memisahkan aset DJS dan aset BPJS.

"Aset DJS merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS Kesehatan untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial," jelas Iqbal saat dihubungi Kontan.co.id pada Minggu (9/8).

Sementara itu, aset BPJS adalah aset lembaga atau badan yang menyelenggarakan program jaminan sosial yang bersumber dari modal awal dari Pemerintah, hasil pengalihan aset BUMN yang menyelenggarakan program jaminan sosial, hasil pengembangan aset BPJS, dana operasional yang diambil dari DJS dan/atau sumber lain yang sah, untuk digunakan sebagai biaya operasional penyelenggaraan program jaminan sosial, biaya pengadaan barang dan jasa, biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan dan investasi dalam instrumen investasi.

Baca Juga: Terdampak pandemi Covid-19, kinerja emiten rumahsakit tertekan

Iqbal menerangkan penting juga diperhatikan bahwa dalam menyajikan laporan keuangan, BPJS Kesehatan menampilkan dua jenis laporan keuangan, yaitu laporan keuangan DJS dan laporan keuangan BPJS. "Jadi harus diluruskan, yang dimaksud laba itu aset yang mana, aset DJS atau aset BPJS," kata Iqbal.

Maka, kembali Iqbal menekankan bahwa tidak benar jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan berpengaruh pada laba BPJS Kesehatan. "Jadi perlu kami luruskan bahwa aset DJS dan aset BPJS Kesehatan adalah dua hal yang dikelola secara terpisah, sehingga tidak benar jika kenaikan iuran berpengaruh terhadap laba BPJS Kesehatan," tegas Iqbal.

Pada tahun 2019, laporan keuangan DJS (audited) mencatat aset neto sebesar minus Rp 50,99 triliun, menurun sebesar Rp 17,04 triliun dari realisasi tahun 2018 sebesar minus Rp 33,96 triliun.

Per 31 Desember 2019, DJS mencatat total aset sebesar Rp1,68 triliun, menurun 12,42% dari tahun 2018 sebesar Rp1,91 triliun.

Baca Juga: Presiden Jokowi Kembali Menyentil Serapan Anggaran Corona Kementerian

Sedangkan untuk BPJS, laporan keuangan tahun 2019 (audited) mencatat laba tahun berjalan sebesar Rp 369,07 miliar. Sementara pada 2018 BPJS Kesehatan mencatat minus Rp 57,33 miliar.

Peningkatan laba tahun berjalan tersebut terutama ditopang oleh capaian pendapatan investasi yang meningkat Rp306,76 miliar (neto) dari tahun 2018 sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi, dengan Yield on Investment (YOI) sebesar 7,46% meningkat 92,76% dari tahun 2018 sebesar 3,87%.

Per 31 Desember 2019, BPJS mencatat total aset sebesar Rp 13,26 triliun, meningkat 4,50% dari tahun 2018 sebesar Rp 12,69 triliun.

Sementara itu, disinggung mengenai penurunan klaim rumah sakit (RS) selama pandemi virus corona (Covid-19), Iqbal tak menampik bahwa pandemi memang memilki dampak sendiri.

Baca Juga: Klaim perawatan pasien Covid-19 yang diajukan ke BPJS Kesehatan capai 56.919 klaim

Sayangnya Ia tak merinci detil bagaimana dampak pandemi terhadap klaim RS di BPJS Kesehatan. "Soal klaim, tentu harus diakui, akibat pandemi ini ada dampaknya," ungkap Iqbal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×