Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Noverius Laoli
Maka, kembali Iqbal menekankan bahwa tidak benar jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan berpengaruh pada laba BPJS Kesehatan. "Jadi perlu kami luruskan bahwa aset DJS dan aset BPJS Kesehatan adalah dua hal yang dikelola secara terpisah, sehingga tidak benar jika kenaikan iuran berpengaruh terhadap laba BPJS Kesehatan," tegas Iqbal.
Pada tahun 2019, laporan keuangan DJS (audited) mencatat aset neto sebesar minus Rp 50,99 triliun, menurun sebesar Rp 17,04 triliun dari realisasi tahun 2018 sebesar minus Rp 33,96 triliun.
Per 31 Desember 2019, DJS mencatat total aset sebesar Rp1,68 triliun, menurun 12,42% dari tahun 2018 sebesar Rp1,91 triliun.
Baca Juga: Presiden Jokowi Kembali Menyentil Serapan Anggaran Corona Kementerian
Sedangkan untuk BPJS, laporan keuangan tahun 2019 (audited) mencatat laba tahun berjalan sebesar Rp 369,07 miliar. Sementara pada 2018 BPJS Kesehatan mencatat minus Rp 57,33 miliar.
Peningkatan laba tahun berjalan tersebut terutama ditopang oleh capaian pendapatan investasi yang meningkat Rp306,76 miliar (neto) dari tahun 2018 sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi, dengan Yield on Investment (YOI) sebesar 7,46% meningkat 92,76% dari tahun 2018 sebesar 3,87%.
Per 31 Desember 2019, BPJS mencatat total aset sebesar Rp 13,26 triliun, meningkat 4,50% dari tahun 2018 sebesar Rp 12,69 triliun.
Sementara itu, disinggung mengenai penurunan klaim rumah sakit (RS) selama pandemi virus corona (Covid-19), Iqbal tak menampik bahwa pandemi memang memilki dampak sendiri.
Baca Juga: Klaim perawatan pasien Covid-19 yang diajukan ke BPJS Kesehatan capai 56.919 klaim
Sayangnya Ia tak merinci detil bagaimana dampak pandemi terhadap klaim RS di BPJS Kesehatan. "Soal klaim, tentu harus diakui, akibat pandemi ini ada dampaknya," ungkap Iqbal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News