Reporter: Ahmad Febrian, Lailatul Anisah | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato perdananya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di New York, Amerika Serikat pada Selasa, 23 September 2025.
Dalam pidatonya, Prabowo meminta hak Palestina dan keamanan Israel diakui serta dijamin oleh komunitas internasional. Menurutnya hal ini sekaligus menjadi solusi dua negara dalam penyelesaian konflik di Gaza.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menyoroti tragedi kemanusiaan di Gaza yang makin parah dan mendesak agar dunia tidak berpaling dari tragedi tersebut.
"Pidato yang hebat. Anda melakukan pekerjaan luar biasa dengan mengetukkan tangan di meja itu. Anda melakukan pekerjaan yang luar biasa. Terima kasih banyak," ujar Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pasca pidato, dikutip dari situs Sekretariat Negara.
Bagaimana dampak kemunculan presiden Indonesia setelah vakum selama 10 tahun saat masa Joko Widodo dari sisi ekonomi? Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Aviliani menilai, Indonesia pada posisi strategis untuk menarik investasi dan kerja sama global.
“Jadi, sebenarnya ini momentum baik. Kalau orang sudah dipercaya, mau minta apa saja pasti bisa,” ujar dia, di sebuah diskusi Rabu (24/9).
Baca Juga: Pidato Perdana di Sidang PBB, Prabowo Minta Palestina dan Israel Saling Diakui
Menurut Aviliani, momentum ini idealnya bisa dimanfaatkan untuk memperkuat posisi Indonesia. Namun, ia menekankan hal tersebut diimbangi dengan kesiapan domestik. Terutama dari aspek birokrasi maupun perizinan berusaha.
Birokrasi yang lambat dan prosedur yang rumit dinilai masih menjadi tantangan utama bagi Indonesia dalam memaksimalkan peluang global. “Jangan sampai sudah dipercaya, ketika investor masuk ke Indonesia, banyak persoalan yang mereka akhirnya tidak jadi. Birokrasi ini menjadi masalah dari tahun ke tahun,” kata Aviliani.
Menurutnya, kondisi demografi suatu negara menjadi salah satu faktor krusial yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Ini karena jumlah penduduk usia produktif mempengaruhi konsumsi dan investasi.
“Demografi sangat menentukan bagaimana perekonomian itu tumbuh, makanya kalau kita lihat yang bisa tumbuh 4%-5% ke atas itu adalah negara berkembang. Negara-negara maju cenderung hanya sampai 2%-3%,” kata Aviliani.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menilai Prabowo dalam pidatonya di Sidang Umum PBB menunjukkan komitmen yang baik dalam mendukung perdamaian dunia.
Selanjutnya: Kurang Perencanaan Matang, Dinilai Jadi Biang Kerok Penyerapan Belanja Pemda Lamban
Menarik Dibaca: 12 Tanda-Tanda Terlalu Banyak Makan Gula yang Harus Anda Waspadai, Apa Saja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News