kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.263.000   -4.000   -0,18%
  • USD/IDR 16.658   20,00   0,12%
  • IDX 8.184   17,84   0,22%
  • KOMPAS100 1.144   4,60   0,40%
  • LQ45 837   0,23   0,03%
  • ISSI 284   -0,42   -0,15%
  • IDX30 441   0,53   0,12%
  • IDXHIDIV20 509   0,80   0,16%
  • IDX80 128   -0,10   -0,08%
  • IDXV30 138   -0,14   -0,10%
  • IDXQ30 140   -0,44   -0,31%

Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Pajak Pesangon dan Pensiun


Kamis, 30 Oktober 2025 / 16:57 WIB
Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Pajak Pesangon dan Pensiun
ILUSTRASI. Aparat keamanan menjaga Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (11/6/2019). Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) karena dinilai tidak jelas.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

Gugatan tersebut diajukan oleh dua karyawan swasta, Rosul Siregar dan Maksum Harahap, namun dinyatakan tidak dapat diterima karena dinilai tidak jelas dan tidak cermat.

Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam sidang pembacaan Putusan Nomor 170/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, menyebutkan bahwa permohonan para pemohon mengandung ketidakkonsistenan dan kekeliruan dalam menyebut norma undang-undang yang diuji. 

Selain itu, petitum atau permintaan yang diajukan juga tidak memenuhi syarat kejelasan hukum.

"Adanya ketidakkonsistenan serta kekeliruan tersebut membuat permohonan tidak jelas atau kabur mengenai pasal atau ketentuan mana yang sebenarnya dimaksud oleh para Pemohon untuk diuji," Kata Arsul dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).

Dia melanjutkan para pemohon juga menyampaikan petitum yang tidak lazim karena tidak memberikan pilihan alternatif.  

Oleh karena itu, ketiadaan pilihan atau alternatif dalam petitum para pemohon, menurut MK, petitum tersebut tidak memenuhi asas kejelasan dan kepastian permintaan hukum.

 "Dengan demikian permohonan para pemohon adalah tidak jelas atau kabur atau obscuur," kata Arsul.

Sebagai informasi, dalam gugatannya, Rosul Siregar dan Maksum Harahap meminta MK menyatakan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 UU PPh juncto UU HPP bertentangan dengan UUD 1945. 

Mereka menilai ketentuan tersebut merugikan karena menempatkan pesangon, uang pensiun, Tabungan Hari Tua (THT), dan Jaminan Hari Tua (JHT) sebagai objek pajak yang dikenai tarif progresif.

Kedua pemohon, yang mengaku akan memasuki masa pensiun dalam waktu dekat, menyampaikan kekhawatirannya bahwa dana pensiun mereka akan berkurang secara signifikan akibat pemotongan pajak.

Pasal 4 ayat (1) UU PPh mengatur bahwa seluruh tambahan kemampuan ekonomis, termasuk gaji, bonus, uang pensiun, dan imbalan lain atas pekerjaan, merupakan objek pajak. Sementara itu, Pasal 17 UU PPh menetapkan tarif progresif atas penghasilan tersebut.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK agar menyatakan pasal-pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat terhadap pesangon, uang pensiun, THT, dan JHT, serta memerintahkan pemerintah untuk tidak memungut pajak atas komponen pendapatan tersebut bagi seluruh pekerja di Indonesia, baik swasta maupun aparatur negara.

Selanjutnya: 9 Tips Menjadi Lebih Percaya Diri yang Efektif, Coba yuk

Menarik Dibaca: 9 Tips Menjadi Lebih Percaya Diri yang Efektif, Coba yuk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×