Reporter: Hafid Fuad | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan, Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 menjadi alternatif untuk menghukum berat koruptor, karena UU 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi belum memberikan efek jera.
M Yusuf, Kepala PPATK mengungkapkan, keberadaan UU 20/2001 hanya menghasilkan hukuman yang begitu ringan akibat permainan di tingkat aparat penegak hukum.
Ia bilang melalui UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), bisa dilakukan pemiskinan koruptor dengan menambah hukuman berupa perampasan dan penyitaan seluruh harta kekayaan koruptor. "Minimal tarik dulu pajaknya kan lumayan," ujar Yusuf, kemarin.
Berbekal beleid tersebut, Yusuf menjelaskan PPATK mempunyai kewenangan penghentian, penundaan transaksi, dan mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan, dan banyak fasilitas kewenangan lainnya. "PPATK juga tidak punya kewajiban untuk membuktikan tindak pidana untuk mulai penyidikan," ungkapnya.
Tapi, Yusuf menambahkan, UU TPPU ini akan efektif jika ada kerja sama antara semua penegak hukum. Sebab itu, para penegak hukum harus kompak menggunakan beleid tersebut dalam menangani perkara korupsi. Karena kata dia, "Percuma kalau tidak bekerja sama."
Menurut Yusuf, maka ke depan akan mengembangkan pola menggandeng Ditjen Pajak dan aparat keamanan dalam mengolah temuan.
Ia mengatakan dengan memberikan data ke Ditjen Pajak maka diharapkan dapat ditarik pajak dari harta tersebut. Sehingga, jika kasusnya tidak berlanjut maka negara tidak akan terlalu rugi.
"Para koruptor akan disita seluruh asetnya, bahkan mereka harus membayar denda. Jika hanya menggunakan UU Pemberantasan Korupsi, maka hartanya tidak akan tersentuh.
Yusuf juga menyayangkan masih banyak penegak hukum yang tidak menggunakan UU TPPU termasuk KPK. Regulasi yang cukup kuat tersebut akan tidak berfungsi jika tidak ada integritas, komitmen, dan keterbukaan. "Masih banyak kasus yang diselesaikan secara sembunyi-sembunyi dan hanya akan menguntungkan koruptor," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News