Reporter: Nurtiandriyani Simamora, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah didorong untuk menggeber belanja sejak awal 2026 agar mesin ekonomi langsung berputar kencang.
Langkah ini dinilai penting karena pemerintah tidak berencana mengerek penerimaan pajak, sehingga stimulus belanja menjadi tumpuan utama mendorong aktivitas ekonomi.
Kepala Makroekonomi dan Riset Pasar Permata Bank, Faisal Rachman, mengatakan percepatan belanja negara pada semester I sangat krusial.
Biasanya, belanja memuncak di paruh kedua tahun, namun pola tersebut membuat ekonomi bergerak lambat pada awal tahun dan menekan potensi penerimaan negara.
Baca Juga: Banjir dan Longsor Sumatera Makin Meluas, Kenapa Pemerintah Belum Buka Bantuan Asing?
“Kalau ekonominya di semester satu belum jalan, penerimaan tidak akan terbentuk. Itu tantangannya,” ujar Faisal dalam PIER Economic Outlook 2026, Kamis (4/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa belanja pemerintah yang cepat akan memicu konsumsi masyarakat dan mendongkrak penerimaan pajak, terutama PPN.
Percepatan ini idealnya diarahkan ke sektor-sektor berdaya ungkit besar, seperti delapan prioritas belanja Presiden Prabowo pada 2026: ketahanan pangan, energi, makan bergizi gratis, pendidikan, kesehatan, pembangunan desa, hingga pertahanan semesta. Pemerintah telah menyiapkan anggaran program prioritas sebesar Rp 2.567,9 triliun.
Kepala Ekonom BCA, David Sumual, memperkirakan percepatan belanja dapat menambah realisasi pengeluaran negara sebesar Rp 100 triliun hingga Rp 190 triliun dari pola normal.
Dengan acuan realisasi kuartal I-2025 sebesar Rp 620,3 triliun, belanja pada tiga bulan pertama tahun depan berpotensi tembus Rp 720 triliun.
Baca Juga: BI Bocorkan 5 Formula Super untuk Bikin Ekonomi RI Kebal Krisis 2026
“Kuartal I-2026 juga akan terdorong oleh periode puasa dan Lebaran yang jatuh sepenuhnya di kuartal I, ditambah program insentif konsumsi pemerintah,” kata David.
Faisal menilai percepatan belanja bisa dipacu melalui pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL). Dana SAL Rp 200 triliun yang ditempatkan di lima bank Himbara tidak menggerus total SAL, karena bersifat deposito.
Pemerintah masih memiliki SAL sekitar Rp 500 triliun, ditambah sisa anggaran 2025 yang kemungkinan tidak terserap serta potensi penerbitan global bond.
Kementerian Keuangan tengah menyiapkan sistem baru untuk mempercepat penyaluran transfer ke daerah (TKD) mulai 2026. Untuk menjaga arus kas, pemerintah menyiapkan opsi pembiayaan jangka pendek lewat Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tenor 1–4 bulan.
“Lebih baik uangnya bekerja ketimbang menumpuk di bank,” ujar Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa.
Baca Juga: Pemerintah Butuh Anggaran Rp 720 Triliun Untuk Percepatan Belanja Awal 2026
Purbaya juga menegaskan pemerintah tidak akan menarik kembali dana SAL Rp 200 triliun yang ditempatkan di bank-bank Himbara. Penempatan yang sudah berjalan hampir tiga bulan itu telah disalurkan bank sepenuhnya menjadi kredit.
Spekulasi soal rencana penarikan kembali mencuat karena dana tersebut berbentuk deposito on call, namun Purbaya memastikan tidak ada penarikan. “Memang saya tidak punya duit? Tidak ditarik,” tegasnya.
Selanjutnya: BLT Kesra Rp 900.000 Cair! Begini Cara Cek Nama Anda Lewat HP dalam 10 Detik
Menarik Dibaca: 30 Ucapan Hari Relawan Internasional untuk Caption dan Status Sosmed
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













