Reporter: Siti Masitoh | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan berencana melakukan percepatan belanja pada awal tahun 2026. Hal ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta menghindari penumpukan belanja di akhir tahun yang kerap kali terulang.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menghitung, percepatan belanja tersebut maka kebutuhan anggaran pada kuartal I 2026 dapat bertambah kisaran Rp 100 triliun hingga Rp 190 triliun, dari kuartal I-2025.
Sebagai gambaran, pada kuartal I-2025 belanja negara mencapai Rp 620,3 triliun atau 17,1% dari target, sedangkan realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 413,2 triliun. Artinya, bila ada tambahan belanja negara Rp 100 triliun, pemerintah setidaknya harus menyiapkan dana Rp 720 triliun atau 18,74% dari target Rp 3.842,7 triliun, untuk pembiayaan kuartal I 2026.
“Belanja kuartal I-2026 ini dipengaruhi oleh Puasa dan Lebaran yang sepenuhnya masuk di kuartal I ditambah program insentif konsumsi pemerintah,” tutur David kepada Kontan, Kamis (4/12/2025).
Baca Juga: Menkeu Sebut Pembayaran Kompensasi Energi BUMN Hampir Tuntas
David menambahkan, mengingat pola musiman penerimaan yang biasanya baru melonjak pada awal kuartal II 2025 serta posisi kas pemerintah di Bank Indonesia (BI) yang saat ini turun ke level terendah sejak 2020 kisaran Rp 226,1 triliun per Oktober 2025, kenaikan belanja fiskal di awal tahun depan akan mendorong pemerintah untuk front-loading melakukan penerbitan surat utang negara (SUN), untuk memenuhi kebutuhan belanja.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan pihaknya tengah menyiapkan aturan sistem baru untuk mempercepat penyerapan belanja daerah, khususnya dari pos Transfer ke Daerah (TKD). Sistem tersebut akan mulai diimplementasikan mulai tahun depan.
Purbaya menilai, pemerintah daerah (Pemda) selama ini belum sepenuhnya siap melakukan percepatan penyerapan belanja, terutama di awal tahun anggaran. Akibatnya, masih sering terjadi penumpukan sisa lebih penggunaan anggaran (SiLPA) dalam jumlah besar.
“Nanti lagi kita kembangkan. Tapi yang jelas, nggak akan diterapkan tahun ini karena mereka (Pemda) belum biasa. Kita latih dulu sistemnya. Nanti tahun depan kita buat seperti itu supaya di akhir tahun mereka nggak harus nyediain uang Rp 100 triliun secara agregat dari Pemda,” jelas Purbaya
Untuk mendukung skema tersebut, saat ini pihaknya di Kementerian Keuangan sedang melatih sistem dan pasar untuk mendukung mekanisme pembiayaan TKD ini dengan menyiapkan opsi pendanaan jangka pendek melalui Surat Perbendaharaan Negara (SPN) di awal tahun, agar tidak mengganggu arus kas negara.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diproyeksi Hanya 5,1%-5,2% di 2026, Ini Tantangannya
“Kami bisa terbitkan surat utang yang pendek (SPN), sebulan, dua bulan, tiga bulan, empat bulan. Jadi mesti kreatif sedikit. Dibanding menghambat perekonomian dengan menumpuk uang di bank, kan lebih baik uangnya habis,” kata Purbaya.
Dengan pola penerimaan negara yang lambat di awal tahun, penerbitan SPN bisa mengantisipasi penyaluran transfer ke daerah atau TKD lebih cepat, sehingga Pemda bisa segera melakukan belanja.
Selanjutnya: Grup Merdeka Tegaskan Komitmen ESG dan Keberlanjutan
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (5/12), Hujan Sangat Lebat Turun di Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













