Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 berpotensi melebar menjadi 2,7% hingga 3% dari produk domestik bruto (PDB) atau dengan nominal Rp 800 triliun, akibat penerimaan negara yang berpotensi tak mencapai target.
Tahun ini, pemerintah menargetkan defisit APBN sebesar 2,53% dari PDB atau dengan nominal sebesar Rp 616,2 triliun.
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menilai, penerimaan negara tahun ini tidak akan mencapai target Rp 3.005,13 triliun, dipengaruhi beberapa faktor.
Pertama, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akan berkurang karena setoran dividen BUMN akan dialihkan ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Adapun target dividen BUMN 2025 sebesar Rp 90 triliun. Artinya setoran PNBP akan berkurang sekitar Rp 90 triliun dari yang ditargetkan Rp 513,64 triliun.
Kedua, wacana kebijakan penurunan pajak penghasilan (PPh) badan dari 22% menjadi 20% juga berpotensi menurunkan penerimaan pajak.
Baca Juga: Kemenkeu Catat Defisit APBN 2024 Capai Target 2,29% dari PDB
Ketiga, implementasi sistem pajak baru Coretax yang belum sempurna juga berpotensi mengurangi penerimaan pajak. Sistem pajak yang berbeda tersebut akan berdampak pada pendapatan sektor pajak yang bisa berkurang.
“Serta belum optimalnya upaya pemerintah dalam mendorong peningkatan pendapatan negara, potensi defisit dikisaran 2,7%-3% dari PDB atau sekitar Rp 800 triliun,” tutur Badiul kepada Kontan, Selasa (18/2).
Badiul mengungkapkan, defisit anggaran akan melebar karena mau tidak mau pemerintah harus menambah utang baru lebih banyak untuk menutup belanja yang ditargetkan Rp 3.613 triliun tahun ini.
Sejatinya, tahun ini pemerintah tidak melakukan ‘efisiensi’ anggaran Rp 306,69 triliun, melainkan merealokasi anggaran dari K/L dan TKD untuk dibelanjakan ke program lainnya. Untuk itu, Badiul menyarankan agar realokasi anggaran ini tidak menyebabkan pemborosan.
“Efisiensi itu idealnya tidak berujung pada penambahan utang, karena anggaran akan semakin efektif. Berbeda jika itu realokasi anggaran dari pos satu ke pos lain,” jelasnya.
Lebih lanjut, untuk menutup potensi penerimaan yang hilang tersebut, pemerintah disarankan untuk mengurangi jumlah K/L.
Baca Juga: Pemangkasan Anggaran Tanpa Perencanaan yang Tepat Bisa Perburuk Fiskal Indonesia
Selain itu, pemerintah bisa mengoptimalkan penerimaan pajak dari pengemplang pajak perusahaan-perusahaan sawit yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 300 triliun.
“Atau pemerintah bisa menarik aset negara dari kasus BLBI yang belum tuntas hingga saat ini,” tandasnya.
Selanjutnya: Trump Berencana Ganti Nama Greenland Jadi Red, White, and Blueland Jika Sukses Dibeli
Menarik Dibaca: Makanan agar Kulit Glowing dan Awet Muda? Berikut 5 Rekomendasinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News