Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah, mengusulkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menjalankan kebijakan sunset policy di tahun 2021 mendatang.
Said mengatakan, kebijakan ini bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengejar penerimaan pajak dan mendorong pertumbuhan ekonomi pada rentang 4,5% sampai 5,5%.
"Kalau perlu, tahun depan dalam rangka mengejar penerimaan pajak pemerintah bikin saja sunset policy. Kalau tax amnesty tidak mungkin lah, baru kemarin tahun 2016 masa kita akan tax amnesty lagi," ujar Said di dalam rapat Banggar dengan Pemerintah, Selasa (30/6).
Baca Juga: Badan Anggaran DPR usulkan defisit anggaran tahun 2021 sebesar 4,7%
Sunset policy ini, merupakan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak.
Kebijakan ini hanya berlaku pada 2008 silam, dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Melalui kebijakan ini, Said menilai target pertumbuhan ekonomi di tahun depan bisa tercapai bahkan sampai dengan asumsi tertinggi, yaitu 5,5%.
Baca Juga: Wah, 2,3 juta peserta BPJS Kesehatan pilih turun kelas
"Keluarkan saja sunset policy, supaya (pertumbuhan ekonomi) kita betul-betul 4,5% bahkan bisa diraih 5,5% dengan tetap sungguh-sungguh mengendalikan inflasi kita," kata Said.
Selain itu, Said juga menyarankan agar pemerintah dapat meningkatkan target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 menjadi 4,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Usul ini jauh lebih tinggi dari target defisit yang ditetapkan pemerintah berada pada kisaran 3,21% sampai 4,17% dari PDB.
Usulan untuk meningkatkan target defisit ini, dikarenakan Said tidak yakin bahwa potensi penerimaan pajak di tahun depan sudah bisa pulih. Apalagi, pada tahun ini pemerintah mempercepat penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak (WP) badan berbentuk perusahaan terbuka dari 25% menjadi 22%.
"Kalau memang ingin cepat pulih pada kondisi normal, katakanlah di tahun 2023, kenapa defisitnya nggak 4,7% supaya ketika menyatakan ekspansif maka ekspansif betul yang diinginkan oleh pemerintah," lanjut Said.
Baca Juga: KKP fasilitasi pengajuan kredit usaha nelayan hingga pengolah hasil perikanan
Dengan posisi defisit tersebut, kata Said, pemerintah tidak perlu menggunakan semua anggaran ini di tahun depan. Ia mengusulkan, selisih anggaran dari rentang defisit 4,17% ke 4,7% bisa dijadikan cadangan fiskal oleh pemerintah.
Cadangan fiskal ini, bisa digunakan apabila pemerintah membutuhkan anggaran tambahan untuk program prioritas ataupun kebutuhan lain yang mendesak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News