kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Baasyir, dari era Soeharto hingga SBY


Kamis, 16 Juni 2011 / 09:54 WIB
Baasyir, dari era Soeharto hingga SBY
ILUSTRASI. Film Onward


Reporter: Edy Can | Editor: Edy Can

JAKARTA. Amir Jamaah Anshorud Tauhid Abu Bakar Baasyir, hari ini, Kamis (16/6/2011), kembali menjalani vonis terkait pelatihan teroris di Aceh. Ratusan pendukung Baasyir pun sudah memadati Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak pagi hari.

Vonis kali ini bagi Baasyir bukanlah hal perdana yang dialaminya. Sejak zaman Soeharto, Baasyir sudah mencicipi sidang di meja hijau.

Sidang perdana Baasyir terjadi pada 1983. Saat itu, Baasyir ditangkap, dan mau tak mau menjalani sidang atas dugaan makar karena menolak asas tunggal Pancasila. Tindakannya ini pun berbuntut pada ganjaran hukum selama sembilan tahun penjara.

Tak mau menjadi bulan-bulanan hukum Orde Baru, Baasyir yang membawa kasusnya pada tingkat kasasi, justru melarikan diri ke Malaysia. Dia kabur bersama Abdullah Sungkar pada 11 Februari 1985, menuju kawasan Kuala Pilah, Negeri Sembilan, Malaysia. Di Malaysia, Baasyir membangun jaringan Jamaah Islamiyah.

Lepas dari hukum Orde Baru, Baasyir yang kembali ke Indonesia, pada tahun 2002 jadi bidikan aparat penegak hukum.

Pada 28 Oktober 2002, polisi mencokok Baasyir yang tengah berada di RS PKU Muhammadiyah, Solo. Baasyir pun diboyong ke Jakarta.

Jalani persidangan, akhirnya pada 2 September 2003, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Baasyir selama empat tahun. Baasyir dinilai hakim melanggar Pasal 107 ayat 1 KUHP karena berupaya menggoyahkan pemerintahan yang sah dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian karena masuk atau keluar wilayah Indonesia tanpa melapor pejabat Keimigrasian.

Baasyir melalui kuasa hukumnya pun melawan. Hingga akhirnya pada 10 November 2003, Pengadilan Tinggi menurunkan hukuman Baasyir menjadi tiga tahun penjara. Dugaan Baasyir terlibat aksi makar dianggap tidak terbukti. Hukuman hanya diberikan lantaran Baasyir melanggar Keimigrasian.

Putusan Pengadilan Tinggi pun diikuti Mahkamah Agung. Pada tingkat kasasi, MA kembali menurunkan hukuman Baasyir menjadi satu setengah tahun penjara pada 3 Maret 2004.

Baru saja lepas dari jeruji sela, pada 30 April 2004, Baasyir kembali dijemput paksa polisi. Selepas Sholat Subuh, Baasyir dituding sebagai salah satu tersangka tindak pidana terorisme terkait peledakan bom Hotel JW Marriott dan bom Bali.

Setahun jalani sidang, pada 3 Maret 2005, Baasyir divonis 2,5 tahun penjara. Baasyir dianggap hakim terbukti terlibat permufakatan jahat untuk melakukan aksi bom di Jalan Legian, Kuta, Bali.

Tidak melarikan diri, Baasyir yang menjalani hukuman penjara selama 2 tahun 2 bulan, akhirnya bebas pada 14 Juni 2006.

Empat tahun berselang, pada 9 Agustus 2010, Baasyir pun harus ditangkap kembali oleh aparat polisi. Baasyir ditangkap di daerah Banjar Patroman, Jawa Barat. Baasyir ditangkap paksa saat dalam perjalanan menuju Solo, Jawa Tengah. Baasyir ditangkap bersama Aisyah binti Abdurrahman dan sebelas orang yang mendampingi perjalanan Baasyir. (Ade Mayasanto/Tribunnews)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×