kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ancaman resesi kini justru dinilai sebagai kenormalan baru di tengah pandemi corona


Kamis, 16 Juli 2020 / 21:13 WIB
Ancaman resesi kini justru dinilai sebagai kenormalan baru di tengah pandemi corona
ILUSTRASI. Suasana kota Jakarta. Bank Dunia (World Bank) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 sebesar 0%. REUTERS/Willy Kurniawan


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia (World Bank) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 sebesar 0%. Namun, Bank Dunia juga mengingatkan bahwa Indonesia bisa masuk dalam jurang resesi pada tahun ini.
 
Skenario resesi ekonomi Indonesia bisa terjadi, jika infeksi Covid-19 meluas atau gelombang infeksi baru muncul (second wave).

Baca Juga: Bank Dunia ingatkan pemerintah untuk kelola utang dengan baik

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai, sesungguhnya ancaman resesi bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan.

"Resesi merupakan kenormalan baru di tengah wabah Covid-19. Hampir semua negara mengalami atau akan terkena resesi. Untuk itu, resesi tidak perlu terlalu dikhawatirkan, yang penting adalah tidak terjatuh ke jurang krisis yang mana dunia usaha dan sektor keuangan sudah terlanjur kolaps," ujar Piter kepada Kontan.co.id, Kamis (16/7).

Piter melanjutkan, selama wabah Covid-19 masih berlangsung, maka akan sulit berharap tingkat konsumsi, investasi, serta ekspor bisa tetap tumbuh tinggi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pasalnya, tingkat konsumsi sudah dapat dipastikan akan menurun. Sama halnya dengan investasi, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sudah dapat dipastikan akan melambat atau bahkan terkontraksi.

Baca Juga: Wamendag nilai surplus neraca perdagangan saat ini lebih baik dari tahun lalu

Hal ini utamanya dikarenakan pandemi membatasi ruang gerak dari arus barang, orang, dan juga arus uang. Dengan begitu tidak dapat terelakkan bahwa konsumsi masyarakat dan minat investasi akan merosot.

"Tingkat penjualan yang anjlok dan produksi yang tidak bergerak, menyebabkan tidak adanya kebutuhan investasi baru. Dengan tingkat konsumsi dan investasi yang turun drastis, maka bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi akan terkontraksi," kata Piter.

Ia memaparkan sebenarnya pemerintah sudah mengantisipasi perlambatan ini.

Baca Juga: Naik Rp 422,7 T, Sri Mulyani ungkapkan utang pemerintah Rp 5.340 triliun pada 2019

Berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertujuan untuk menahan agar kontraksi tidak jatuh terlalu dalam.

"Selain itu, agar dunia usaha bisa tetap bertahan dan sektor keuangan tetap stabil, dengan demikian ketika wabah berlalu ekonomi dapat recovery. Itu yang lebih penting dan jadi fokus pemerintah," kata Piter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×