kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ungkap transaksi broker Asabri, Kejagung periksa 2 saksi


Selasa, 01 Juni 2021 / 11:40 WIB
Ungkap transaksi broker Asabri, Kejagung periksa 2 saksi
ILUSTRASI. Kantor dan pelayanan PT ASABRI (Persero) di Jakarta.


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan investasi Asabri terus bergulir. Kali ini penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua saksi dari perusahaan sekuritas pada Senin (31/5).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, pihaknya memeriksa AH selaku Direktur Lotus Andalan Sekuritas yang dulunya bernama Lautandhana Sekuritas.

Ia diperiksa untuk mendalami peranan broker pada transaksi Asabri. "Selanjutnya, kami memeriksa AI selaku Direktur Mirae Aset Sekuritas Indonesia. Saksi diperiksa juga terkait pendalaman broker Asabri," kata Leornard, Senin (31/5).

Baca Juga: Kejagung sita aset kasus Asabri yang nilainya mencapai Rp 13 triliun

Menurut Leonard, pemeriksaan saksi tersebut untuk menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terjadi pada Asabri. Khususnya dalam melengkapi berkas tersangka Benny Tjokrosaputro (Direktur Hanson Internasional) dan  Heru Hidayat (Direktur Trada Alam Minera).

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka pada kasus Asabri. Dua berkas tersangka yakni Benny Tjokrosaputro dan  Heru Hidayat sedang dilengkapi oleh penyidik.

Sedangkan, tujuh lain sudah dinyatakan lengkap dan siap untuk disidangkan seperti berkas Adam Rachmat Damiri (Direktur Utama Asabri periode 2011 - 2016), Sonny Widjaja (Direktur Utama Asabri 2016 - 2020) dan Bachtiar Effendi (Direktur Keuangan Asabri 2008 - 2014).

Kemudian ada Hari Setiono (Direktur Asabri 2013 - 2019), Ilham W Siregar (Kadiv Investasi Asabri 2012 - 2017), Lukman Purnomosidi (Direktur Utama Prima Jaringan) dan Jimmy Sutopo (Direktur Jakarta Emiten Investor Relation).

Awalnya, dugaan korupsi asuransi pelat merah ini pada 2012-2019. Pada saat itu, manajemen Asabri melakukan kesepakatan dengan pihak luar yang bukan merupakan konsultan investasi maupun manajer investasi seperti Heru Hidayat, Benny Tjokro dan Lukman Purnomosidi.

Modus yang dilakukan adalah dengan membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik ketiga orang tersebut. Saham-saham tersebut dimanipulasi menjadi harga yang tinggi, dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik.

Baca Juga: Melebihi Jiwasraya, kerugiaan kasus Asabri mencapai Rp 22,78 triliun

Setelah menjadi milik Asabri, saham-saham tersebut kemudian ditransaksikan atau dikendalikan oleh ketiga orang tersebut melalui kesepakatan direksi seakan saham-saham itu bernilai tinggi dan likuid.

Padahal, transaksi yang dilakukan hanya bersifat semu dan menguntungkan tiga pihak swasta tersebut. Akibatnya, Asabri merugi karena saham-saham tersebut dijual dengan harga di bawah perolehan.

Untuk menghindari kerugian investasi, saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, dibeli kembali dengan nomine ketiga tersangka serta dibeli kembali oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi dan dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokro.

"Pembelian saham melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana melalui beberapa perusahaan MI dengan cara menyimpangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," lanjut Leonard.

Akibatnya, negara mengalami kerugian hingga Rp 22,78 triliun akibat kasus Asabri sebagaimana pemeriksaan BPK. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, kerugian itu terjadi sejak tahun 2012 - 2019.

"Kami menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang - undangan yang dilakukan oleh pihak - pihak terkait dalam pengelolaan investasi saham dan reksadana di Asabri," katanya.

Baca Juga: Lengkap, Kejagung serahkan berkas 7 tersangka Asabri ke Jaksa Penuntut Umum

Akibatnya, penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara karena pengelolaan saham dan reksadana tidak sesuai ketentuan. Bahkan, kerugian tersebut belum bisa tertutupi sampai hari ini.

BPK telah menyerahkan laporan hasil pemeriksaan investigatif tentang penghitungan kerugian negara tersebut pada 27 Mei 2021. Hal ini sebagai bentuk dukungan lembaga terhadap pemberantasan korupsi yang ditangani Kejagung.

Selain itu, pemeriksaan ini juga untuk menindaklanjuti permintaan penghitungan kerugian negara yang disampaikan Kejagung kepada BPK pada 15 Januari 2021 lalu.

“BPK mengucapkan terima kasih kepada Kejaksaan Agung, OJK, Bursa Efek Indonesia, dan industri keuangan serta pihak-pihak lain yang telah membantu BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan ini,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×