Reporter: Ferrika Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan investasi Asabri terus bergulir. Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyatakan bahwa berkas perkara tujuh tersangka sudah lengkap dan siap disidangkan.
Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, bahwa tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menyerahkan tersangka dan berkas perkara para tersangka kepada pihak terkait.
"Kami telah menyerahkannya kepada Tim Jaksa Penuntut Umum pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur," kata Leonard, Jumat (28/5).
Masing - masing tersangka tersebut terdiri dari Adam Rachmat Damiri (Direktur Utama Asabri periode 2011 - 2016), Sonny Widjaja (Direktur Utama Asabri 2016 - 2020) dan Bachtiar Effendi (Direktur Keuangan Asabri 2008 - 2014).
Kemudian ada Hari Setiono (Direktur Asabri 2013 - 2019), Ilham W Siregar (Kadiv Investasi Asabri 2012 - 2017), Lukman Purnomosidi (Direktur Utama Prima Jaringan) dan Jimmy Sutopo (Direktur Jakarta Emiten Investor Relation).
Sementara dua tersangka lain, yakni Benny Tjokrosaputro (Direktur Hanson Internasional) dan Heru Hidayat (Direktur Trada Alam Minera) masih dilengkapi beberapa syarat formal maupun materiil.
Baca Juga: Berkas lengkap, tujuh tersangka kasus Asabri segera disidang
Sebelumnya, Kejagung menyebut dugaan korupsi yang terjadi pada asuransi pelat merah ini sudah terjadi sejak 2012-2019. Pada saat itu, manajemen Asabri melakukan kesepakatan dengan pihak luar yang bukan merupakan konsultan investasi maupun manajer investasi seperti Heru Hidayat, Benny Tjokro dan Lukman Purnomosidi.
Modus yang dilakukan adalah dengan membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik ketiga orang tersebut. Saham-saham tersebut dimanipulasi menjadi harga yang tinggi, dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik.
Setelah menjadi milik Asabri, saham-saham tersebut kemudian ditransaksikan atau dikendalikan oleh ketiga pihak tersebut atas kesepakatan direksi seakan saham-saham itu bernilai tinggi dan likuid.
Padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan hanya menguntungkan pihak tiga pihak swasta tersebut. Akibatnya, Asabri merugi karena saham-saham tersebut dijual dengan harga di bawah perolehan.
Awalnya, BPK mencatat kerugian negara akibat kasus ini menyentuh Rp 23,73 triliun. Tetapi, setelah dihitung kembali, nilai kerugian tersebut susut menjadi Rp 22 triliun berdasarkan pemeriksaan data oleh tim penyidik.